Senin, 20 Januari 2014

PROFIL KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN LAUT KOBAR


CALON KAWASAN
KONSERVASI LAUT DAERAH
GOSONG SENGGORA – SEPAGAR

Kawasan Gosong Senggora  berdasarkan arahan struktur rencana ruang dari Rencana Tata Ruang Wilayah Pesisir dan Laut Kotawaringin Barat sebagai kawasan konservasi yaitu kawasan lindung yang meliputi sempadan pantai, sempadan sungai, taman nasional Tanjung Putting dan rencana taman laut di sekitar Gosong Senggora.

6.1.    Kondisi Ekosistem Kawasan Senggora - Sepagar
6.1.1. Terumbu Karang
Ekosistem kawasan Senggora – Sepagar terdiri dari ekosistem terumbu karang, ekosistem padang lamun dan tidak ditemukan ekosistem hutan mangrove. Terumbu karang di Gosong Senggora tumbuh pada kedalaman 1 – 5 m dengan  jarak pandang kecerahan memiliki kisaran 1,00 – 3,27 m (sampai dasar perairan) pada saat surut dan pada saat air pasang memiliki kisaran kecerahan antara 3,25 – 3,94 m.
Tumbuhnya karang di dasar perairan Gosong Senggora yang dangkal semakin memperlihatkan dominasi sedimen yang masuk ke perairan, dimana karang tersebut memiliki pola adaptasi tumbuh yang menyesuaikan dengan kondisi lingkungan perairan yang relatif keruh untuk melakukan proses fotosintesis beserta simbion zooxanthella-nya. Total Solid (TS) di kawasan perairan Senggora berkisar antara 62 – 124 mg/l dan Suspended Solid (SS) berkisar 0,12 – 0,80 mg/l.
Kekuatan arus juga berperan penting dalam mendistribusikan zat hara, larva karang dan partikel sedimen yang masuk ke perairan. Kecepatan arus yang kuat mensuplai ketersediaan oksigen terlarut sehingga karang yang tumbuh pada daerah dengan arus yang kuat akan lebih baik dibanding pada daerah yang tenang dan terlindung. Hasil pengukuran di kawasan Senggora dan sekitarnya kekuatan arus berkisar dari 0,30 – 1,65 m/det.
Banyaknya karang patchy di perairan Gosong Senggora, baik yang terpencar ataupun terpusat pada induknya, menciptakan ruang yang sempit diantara celah terumbu patchy dimana terjadi pemusatan energi arus melewati celah sempit tersebut, berakibat kecepatan arus bertambah besar dan terjadi turbulensi. Turbulensi mikro ini mengambil peranan mentransportasikan larva karang ataupun mensuplai makanan planktonik yang diperlukan bagi pertumbuhan biota karang batu yang bersifat filter feeder. Sisi lainnya adalah terjadi input oksigen terlarut dan gelontoran air untuk membersihkan karang dari endapan sedimen yang menempel di permukaan koralitnya.
Pengukuran pada kualitas lingkungan perairan di sekitar kawasan Senggora menunjukkan nilai kisaran pH 7,8 – 8,5; oksigen terlarut (DO) berkisar antara 6,8 – 7,8 mg/l dan nilai BOD berkisar antara 5 – 14 mg/l.

Tabel 6.1. Nilai Kualitas air di sekitar kawasan Gosong Senggora - Sepagar

St.
Koordinat GPS
Parameter
Kedalaman (cm)
Kecerahan (cm)
Arus (m/dt)
TS (mg/l)
TSS (mg/l)
pH (mg/l)
DO (mg/l)
BOD (mg/l)
1
LS  030 12’ 58,5”
BT 1110 41’ 65,4”
100
100
0,54
87
0,80
8,2
7,8
12
2
LS 030 12’ 59,8”
BT 1110 41’ 18,7”
420
200
0,80
62
0,23
8,4
7,2
10
3
LS  030 12’ 28,7”
BT 1110 41’ 33,8”
500
327
1,20
74
0,67
8,2
7,6
5
4.
LS 030 12’ 37,9”
BT 1110 41’ 25,9”
320
278
0,30
116
0,56
8,1
7,8
7
5
LS 030 13’ 46,13”
BT 1110 41’ 1,93”
215
210
0,45
120
0,45
8,0
7,5
12
6
LS 030 11’ 50,78”
BT 1110 42’ 18,43”
300
290
1,65
122
0,34
7,9
7,5
6
7
LS 030 08’ 06,79”
BT 1110 45’ 11,90”
278
278
0,79
121
0,52
7,8
7,2
7
8
LS 030 09’ 05,79”
BT 1110 45’ 1,90”
176
176
0,80
124
0,61
8,2
6,8
10
9
LS 030 14’ 08,20”
BT 1110 40’ 2,10”
180
180
0,82
118
0,44
8,5
7,5
12
10
LS 030 13’ 09,20”
BT 1110 41’ 09,10”
210
200
0,90
110
0,12
8,2
7,7
14

Karakteristik karang di perairan Gosong Senggora merupakan karang yang umum dijumpai di perairan keruh.  Beberapa genera karang yang dijumpai pada rataan terumbu seperti Acropora bercabang, Goniopora, Favia, Favites, Goniastrea, Galaxea, Fungia, Turbinaria, Montipora, Pectinia, Diplostrea dan Porites.  Sementara pada lereng terumbu umumnya dijumpai Galaxea, Turbinaria, Porites, Favia, Pectinia dan Tubastrea. Semua jenis karang termasuk kedalam filum Cnidaria (Coelenterata).
Hampir semua karang yang ditemukan mempunyai atribut sediment rejection mulai dari bentuk pertumbuhannya yang umumnya massive, pergerakan tentakel dan cilia, mampu menggelEmbungkan jaringan dengan tekanan hidrostatik, menghasilkan lendir (mucus) dan memiliki jaringan yang tebal.
Pada rataan terumbu dangkal (reef front) yang mendapat pengaruh aksi gelombang dan resuspensi sedimen yang aktif umumnya karang tersebut memiliki bentuk massive seperti karang batu Diploastrea, Galaxea, Porites, Favia dan Favites. Bentuk ecomorph seperti massive memberikan keuntungan bagi karang untuk membersihkan diri dari akumulasi sedimen dengan bantuan pergerakan arus.  Reigl et al. (1996) menjelaskan bahwa bentuk karang umumnya merupakan refleksi dari kondisi lingkungan, morfologi karang yang terbentuk merupakan adaptasi terhadap kondisi lokal. Umumnya karang di perairan keruh membangun bentuk seperti punggung bukit daripada bentuk pertumbuhan yang datar. 
Sementara itu pada area dimana sedimentasi tergolong sedang dengan  arus yang kuat morfologi karang cenderung berbentuk meja (tabulate) seperti karang Acropora hyacinthus, lembaran (foliose) atau cup-shape seperti Turbinaria. Berbeda halnya dengan karang Tubastrea dengan morfolologi seperti ranting tegak bercabang yang dominan pada tubir yang teduh (reef slope) pada kedalaman 4 - 7 m.  Pertumbuhannya yang vertikal merupakan refleksi terhadap terbatasnya cahaya.


                Secara umum berdasarkan tutupan koloni karang batu didominasi oleh genera Porites, Goniopora dan Favia yang memiliki kemampuan sediment rejection.  Selain itu, karang Porites tergolong karang k-strategist yang mengatasi keterbatasan substrat dengan membentuk koloni yang besar, sedangkan karang Favia dan Goniapora tergolong  karang intermediate yang dapat hidup pada berbagai kondisi lingkungan (Sorokin 1993).
                Karang memiliki variasi bentuk pertumbuhan koloni yang berkaitan dengan kondisi lingkungan perairan. Berbagai jenis bentuk pertumbuhan karang dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari, hidrodinamik (gelombang dan arus), ketersediaan bahan makanan, sedimen, subareal exposure dan faktor genetik.
            Berdasarkan bentuk pertumbuhannya karang batu terbagi atas karang Acropora dan non-Acropora. Perbedaan Acropora dengan non-Acropora terletak pada struktur skeletonnya. Acropora memiliki bagian yang disebut axial koralit dan radial koralit, sedangkan non-Acropora hanya memiliki radial koralit. Selanjutnya Acropora memiliki pertumbuhan yang lebih cepat ketimbang non-Acropora, namun diantara keduanya bisa juga terjadi perkawinan silang. Pembedaan ini hanya untuk memudahkan dalam pengidentifikasian saat melakukan pengamatan karang, mengingat banyaknya jenis karang yang tumbuh dalam satu daerah terumbu.
Secara umum, karang yang tumbuh adalah karang yang dapat bertahan dengan kondisi sedimen yang tinggi, sehingga bila indikator estetika menjadi faktor utama maka kondisi karang di Gosong Senggora dan Gosong Sepagar dapat dikatakan tidak seindah karang yang tumbuh pada kondisi perairan yang jernih dimana sedikit sekali menerima pengaruh suspensi sedimen karena karang-karang ini terlihat kecoklat-coklatan akibat endapan lumpur yang masuk ke perairan.

Tabel 6.2. Persentase Tutupan dan Kondisi Terumbu Karang Setiap Stasiun

Stasiun
Koordinat GPS
Posisi
Tutupan Karang
(%)
Kondisi
1
LS  030 12’ 58,5”
BT 1110 41’ 65,4”
Tenggara Gs. Besar Senggora
Batu Merah Kecil
50,72
Baik
2
LS 030 12’ 59,8”
BT 1110 41’ 18,7”
Baratdaya Gs. Besar Senggora
49,93
Sedang
3
LS  030 12’ 28,7”
BT 1110 41’ 33,8”
Timurlaut Gs. Besar Senggora
88,22
Sangat Baik
4.
LS 030 12’ 37,9”
BT 1110 41’ 25,9”
Gs. Besar Senggora
Artificial Reef/terumbu buatan
18,14
Rusak
5
LS 030 13’ 46,13”
BT 1110 41’ 1,93”
Timurlaut Gs. Berandam
18,40
Rusak
6
LS 030 11’ 50,78”
BT 1110 42’ 18,43”
Utara Gs. Pinggir

23,50
Rusak
7
LS 030 08’ 06,79”
BT 1110 45’ 11,90”
Timur Gs. Sepagar

29,84
Sedang
8
LS 030 09’ 05,79”
BT 1110 45’ 1,90”
Tenggara Gs. Sepagar
23,01
Rusak
9
LS 030 14’ 08,20”
BT 1110 40’ 2,10”
Timur Gosong Berandam
48,54
Sedang
10
LS 030 13’ 09,20”
BT 1110 41’ 09,10”
Batu Merah
48,23
Sedang
            Kondisi terumbu karang Gosong Senggora dapat dideskripsikan dari nilai persentase tutupan karang hidupnya. Berdasarkan Gambar 6.3. dan Tabel 6.2.  menunjukkan stasiun 3 dalam kondisi sangat baik (88,22 %), Stasiun 1 dalam kondisi baik (50,72 %), Stasiun 2 , 7, 9, 10 dalam kondisi sedang (29,84 % - 49,93 %) dan Stasiun 4 , 5, 6, 8 dalam kondisi rusak menuju kritis (18,14 % - 23,50 %).
            Kerusakan karang lebih banyak disebabkan oleh faktor alami terutama akibat sedimentasi yang menutupi permukaan karang dan sebagian akibat aktivitas manusia. Beberapa aktivitas kapal penangkap ikan yang labuh jangkar di sekitar lokasi Gosong Senggora terutama pada rataan terumbu maupun pada tubir (slope) menjadi penyebab utama kerusakan fisik terumbu. Pada beberapa spot ditemukan karang yang patah, terbalik membentuk lintasan akibat tarikan jangkar kapal.  Beberapa karang tersebut akan ter-expose oleh resuspensi sedimen kemudian tertutup oleh sedimen yang diikuti oleh berkembangnya turf algae dan akhirnya mati.
            Selain itu konversi lahan di daratan juga semakin intensif seperti pembukaan lahan  perkebunan kelapa sawit (penggunaan pupuk), penebangan kayu hutan, pembakaran lahan, pertambangan sistem open pit, pertambangan emas dan bahan galian jenis C di sekitar sungai-sungai yang bermuara ke Teluk Kumai. Kondisi yang akan memicu semakin tingginya run-off yang masuk ke sistem DAS. Hal ini diperparah oleh perubahan iklim yang tidak menentu, terutama tingginya curah hujan dan semakin berkurangnya daerah cathman area dan resapan air akibat konversi lahan.
            Dari semua deskripsi di atas akan membawa konsekuensi terhadap perubahan lingkungan perairan sebagai berikut :
1.       Jangkauan air tawar akan semakin jauh sehingga akan mempengaruhi keseimbangan salinitas di kawasan perairan Gosong Senggora dalam jangka panjang akan terjadi desalinitas.
2.       Suspensi padatan akan semakin jauh akibat debit sungai semakin besar akibat anomali iklim dan konversi lahan sehingga akan meningkatkan kekeruhan dan sedimentasi di perairan.
3.       Peningkatan nutrien di perairan dan jangkauan akan semakin jauh sehingga mendekati perairan Gosong Senggora.
                Dalam jangka panjang kondisi di atas akan memberikan dampak yang tidak menguntungkan bagi terumbu karang  karena ekosistem ini sangat rentan terhadap perubahan kualitas perairan. Nutrient enrichment akan memicu pertumbuhan alga yang cepat sehingga akan merubah tutupan karang, berkembangnya penyakit dan jamur pada karang, semakin berkembangnya bioeroder pada koloni karang.
            Sedimentasi yang diikuti dengan peningkatan nutrien akan merubah komposisi biota yang berasosiasi di terumbu karang.  Nutrien yang berlebih akan memacu pertumbuhan macro algae secara cepat sehingga mengurangi area penutupan karang. Adanya bahan organik sedimen pada permukaan karang memicu pertumbuhan turf algae.  Efek yang ditimbulkan oleh respirasi turf algae pada malam hari akan menghasilkan asam organik. Pada kerangka kapur yang ditempati oleh turf algae terjadi penurunan tingkat keasaman dan senyawa asam tersebut dapat melarutkan kerangka kapur pada karang batu. Akumulasi sedimen dan nutrien juga menyebabkan peningkatan jumlah biota macroborer seperti polychaeta, sponge dan bivalva yang mengakibatkan bioerosi pada karang batu (Suharsono 1998; Macdonal &  Perry  2003).  Disamping itu sedimentasi juga mempengaruhi langsung terhadap karang termasuk smothering, pengeluaran energi yang berlebih untuk aksi cillia melepaskan partikel sedimen di permukaan karang, abrasi  mucus  dan menghalangi rekrutmen.
            Dari kategori tutupan berdasarkan substrat yang ada di dasar perairan lokasi pengamatan didapatkan persentase seperti berikut ini.
Tabel 6.3. Persentase tutupan berdasarkan kategori substrat


Kategori substrat
Stasiun (%)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
-
35,71
18,10
12,21
10,23
17,82
6,72
10,67
30,32
30,00
Hard Coral – Non Acropora
50,72
14,22
70,12
5,93
8,17
5,68
23,12
12,34
18,22
18,23
Dead Coral (DC)
4,86
20,23
4,55
32,16
40,40
28,12
28,79
25,89
18,24
18,20
Soft Coral (SC)
3,70
0,80
0,49
0,72
2,72
4,24
4,11
1,72
3,82
2,15
Sponge  (SP)
3,67
2,42
2,30
3,20
1,25
2,30
4,02
4,12
3,45
3,14
Other
4,12
1,10
-
-
-
0,62
3,67
1,07
2,12
2,12
Algae – Fleshy Weed (A)
1,20
18,27
-
0,52
1,02
5,12
2,67
0,78
15,67
12,87
Rubble (R)
21,39
4,21
1,20
44,46
31,08
21,67
15,95
32,56
5,78
5,68
Sand (S)
10,34
3,04
3,24
0,80
5,13
14,43
10,95
10,05
2,38
7,61


Berdasarkan Tabel 6.3. di atas menunjukkan stasiun 3 tutupan karang hidup (88,22 %), Stasiun 1 tutupan karang hidup (50,72 %), Stasiun 2 tutupan karang hidup (49,93 %), Stasiun 9 (48,54%), Stasiun 10 (48,23%), Stasiun 7 (29,84%), Stasiun 6 (23,50%), Stasiun 8 (23,01%), Stasiun 5 (18,40%) dan Stasiun 4 tutupan karang hidup (18,14 %).
Komposisi tutupan karang pada stasiun 1, 3, 7, 9 dan 10 di dominasi oleh karang batu dari kelompok Non-Acropora.  Hal yang berbeda ditemukan pada Stasiun 2 dan 4 yang didominasi kelompok karang Acropora. Stasiun 2 dan 4 posisinya berada pada sisi barat dari Gosong Senggora. Kesamaan lainnya menunjukan bahwa kategori karang mati (dead coral) tergolong tinggi di antara semua stasiun, tetapi pecahan karang (rubble) lebih banyak dijumpai di Stasiun 4, 5 dan Stasiun 8. Banyaknya pecahan karang dan karang di Stasiun 4 diduga disebabkan oleh aktivitas labuh jangkar ketika musim tenggara.  Karena di lokasi ini relatif teduh dan aman bagi kapal yang berlabuh untuk menghindari gelombang.

6.1.2. Indek Mortalitas Karang

            Indek mortalitas merupakan suatu penilaian terhadap terumbu karang untuk mendeskripsikan rasio kematian karang. Indeks ini memperlihatkan besarnya perubahan karang hidup menjadi karang mati. Nilai indeks mortalitas yang mendekati 0,0 menunjukkan bahwa tidak ada perubahan yang berarti bagi karang hidup, sedangkan nilai yang mendekati 1,0 menunjukkan bahwa terjadi perubahan yang berarti dari karang hidup menjadi karang mati.
            Indek mortalitas karang tertinggi ditemukan pada Stasiun 4 (0,65), Stasiun 5 (0,60), Stasiun 8 (0,54) dan terendah pada Stasiun 3 (0,06). Di Gosong Senggora (St 4) terlihat jelas tingkat kematian karang sangat tinggi, dimana kebanyakan kematian karang disebabkan oleh bekas labuhan jangkar kapal sehingga pada kawasan ini penempatan karang buatan (artificial reef) dilakukan untuk merehabilitasi kembali kondisi karang.

6.1.3. Asosiasi Flora dan Fauna
Terumbu karang memberikan perlindungan bagi hewan-hewan dalam habitatnya termasuk sponge, anemon, ikan (kerapu, hiu karang, clown fish, belut laut, dll), ubur-ubur, bintang laut, udang-udangan, kura-kura, ular laut, siput laut, cumi-cumi atau gurita, termasuk juga burung-burung laut yang sumber makanannya berada di sekitar ekosistem terumbu karang.
Identifikasi memperlihatkan banyaknya flora dan fauna yang saling memanfaatkan kehidupan bersama dengan terumbu karang yang ada di sekitar Gosong Senggora. Selain ikan komersil, juga ditemukan ikan hias karang yang cukup mahal harganya serta jenis alga bentik. Ikan komersil yang didapatkan adalah jenis kerapu tikus (Chromileptes altivelis), ikan kakaktua (Parotfishes/Scaridae), ikan baronang (Siganus guttatus), ikan kakap (Seabass/Snappers/Lutjanus gibbus). Dari kelompok alga bentik telah teridentifikasi jenis Caulerpa serrulata, Hypnea asperi, Udotea flabellum, Padina australis, Galaxaura filamentosa, Halimeda gracilis dan Glacilaria salicornia. Jenis ikan hias karang adalah Coradion melanopus, Chelmon rostratus (Beaked coralfish) dan Caesio cunning. Disamping itu banyak pula ditemukan jenis bulu babi (Sea urchin/Diadema setosum).

6.1.4. Ikan Karang
Kawasan Perairan Senggora – Sepagar juga dipenuhi dengan ikan-ikan karang, yang biasanya dikelompokkan berdasarkan peranannya yaitu :
1.      Ikan Target; ikan yang merupakan target untuk penangkapan atau lebih dikenal juga dengan ikan ekonomis penting atau ikan konsumsi, seperti Seranidae, Lutjanidae, Kyphosidae, Lethrinidae, Acanthuridae, Mulidae, Siganidae, Labridae (Chelinus, Himigymnus, Choerodon) dan Haemulidae.
2.      Ikan indikator; sebagai ikan penentu untuk terumbu karang karena ikan ini erat hubungannya dengan kesuburan terumbu karang yaitu ikan dari famili Chaetodontidae (kepe-kepe).
3.      Ikan lain (mayor famili); ikan ini umumnya dalam jumlah banyak dan banyak dijadikan ikan hias air laut (Pomacentridae, Caesionidae, Scaridae, Pomacanthidae, Labridae, Apogonidae dan lain-lain.)
Hasil pengamatan di 4 lokasi (Gosong Senggora Besar, Gosong Sepagar, Gosong Pinggir dan Gosong Berendam) mendapatkan ikan karang yang termasuk ke dalam 21 famili (Tabel 6.4.). Pengamatan ikan karang ini dengan memakai metode line transect dengan pengamatan 2,5 m ke kiri-kanan sangat tergantung pada visibility perairan, dimana belum bisa men-cover semua area, disamping itu disebabkan pula dengan keterbatasan pandangan karena pada saat survei kondisi lingkungan perairan dalam keadaan agak keruh sehingga jarak pandangan juga terbatas. Dengan demikian secara pintas dapat dikatakan bahwa masih memungkinkan belum teridentifikasi semua jenis ikan di lokasi survei ini.

Tabel 6.4. Famili ikan karang yang teridentifikasi di lokasi pengamatan.

NO
FAMILI (scientific name)
FAMILI (common name)
KETERANGAN
1
Chaetodontidae
Butterflyfishes
Indikator
2
Dasyatidae
Stingrays
Target
3
Haemulidae
Grunts
Target
4
Lutjanidae
Snappers
Target
5
Mullidae
Goatfishes
Target
6
Serranidae
Sea basses: groupers and fairy bass
Target
7
Siganidae
Rabbitfishes
Target
8
Nemipteridae
Threadfin breams, Whiptail breams
Target
9
Apogonidae
Cardinalfishes
Mayor
10
Caesionidae
Fusiliers
Mayor
11
Gobiesocidae
Clingfishes and singleslits
Mayor
12
Gobiidae
Gobies
Mayor
13
Holocentridae
Squirrelfishes, soldierfishes
Mayor
14
Pomacanthidae
Angelfishes
Mayor
15
Monacanthidae
Filefishes
Mayor
16
Ostraciidae
Boxfishes (cowfish and trunkfish)
Mayor
17
Pempheridae
Sweepers
Mayor
18
Pinguipedidae
Sandperches
Mayor
19
Pomacentridae
Damselfishes
Mayor
20
Scaridae
Parrotfishes
Mayor
21
Labridae
Wrasses
Mayor/Target


Kelimpahan ikan karang saat pengamatan memperlihatkan lokasi di Gosong Senggora Besar lebih melimpah dibandingkan pada lokasi lain (Gambar 6.5). Demikian pula halnya dengan jumlah famili dan spesies yang teridentifikasi juga didominasi oleh Gosong Senggora Besar. Hal ini diakibatkan oleh kondisi terumbu karang yang masih baik, terutama pada lokasi bagian timur laut dan tenggara dari Gosong Senggora Besar.
 Penilaian terhadap ikan indikator mengungkapkan bahwa pada dasarnya perairan Kotawaringin Barat memiliki suplai sedimen yang cukup besar masuk ke perairan dengan tingkat kekeruhan yang cukup tinggi, akibatnya kondisi tumbuh karang juga berpengaruh, sehingga ikan dari famili Chaetodontidae begitu sedikit didapatkan yaitu 2 spesies saja. Indikasi ini mencerminkan tingkat kesuburan karang yang tumbuh sangat rendah di lokasi yang diamati karena pengaruh sedimentasi yang menyebabkan penetrasi cahaya di air laut akan berkurang dan hewan karang (polip) akan bekerja keras untuk membersihkan partikel yang menutupi tubuhnya.
Selanjutnya bila kita lihat dari ikan target dan ikan mayor, juga mencerminkan rendahnya jumlah famili ikan yang terpantau, namun hasil visualisasi penyelaman menyatakan walau jumlah famili rendah tapi ikan yang ada memiliki ukuran yang besar-besar, ini dapat diartikan bahwa tingkat eksploitasi ikan karang belum terlalu tinggi. 
6.1.8. Jenis Lamun

Hasil analisis citra satelit Landsat ETM 7 pada komposit band 321 dan klasifikasi substrat berdasarkan formula Lyzenga memperkirakan luas padang lamun di perairan laut Gosong Senggora sekitar 0,550 km2, sedangkan di Gosong Sepagar adalah 0,027 km2. Hasil citra memperlihatkan bahwa keberadaan lamun lebih banyak tumbuh pada daerah diantara hamparan pasir dengan pecahan karang mati.
Lamun yang tumbuh di perairan laut yang meliputi daerah Gosong Senggora-Gosong Pinggir-Gosong Berendam-Gosong Sepagar, cenderung berpola campuran, dalam hal ini jenis Thalassia hemprichii-Halophila minor-Cymodocea serrulata-Enhalus acoroides, berkembang bersama-sama dengan saling membagi ruang tumbuh. Dari sebaran lamun yang ada di Kawasan gosong senggora dan Sepagar jenis yang telah teridentifikasi adalah Enhalus acoroides (EA), Thalassia hemprichii (TH), Halophila minor (HM) dan Cymodocea serrulata (CS).

Tabel 6.5.Jenis lamun yang teridentifikasi di perairan Senggora - Sepagar

NO
LOKASI
JENIS LAMUN
SUBSTRAT
EA
TH
HM
CS
1
Gs. Senggora
+
+
+
+
Pasir
2
Gs. Pinggir
+
+
+
+
Pasir
3
Gs. Berendam
+
+
+
+
Pasir
4
Gs. Sepagar
+
+
+
+
Pasir
Sumber: Hasil Survei, 2009.  Keterangan: + = Ada; - = Tidak ada

pada perairan yang agak dalam (± 5 m) yang merupakan hamparan pasir putih di sekitar Gosong Pinggir, Gosong Berendam, Gosong Senggora dan Gosong Sepagar jenis lamun yang ditemukan adalah Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides, Halophila minor dan Cymodocea serrulata. Jenis lamun yang teridentifikasi ini termasuk dalam famili Hydrocharitaceae, kecuali jenis Cymodocea serrulata yang termasuk famili Potamogetonaceae.
Kedua jenis lamun (Enhalus acoroides dan Thalassia hemprichii) merupakan asosiasi lamun yang paling umum di wilayah Indonesia, dimana Enhalus acoroides sering melimpah pada lingkungan yang lebih terlindung dari gempuran ombak, sedangkan Thalassia hemprichii dominan dalam hal kelimpahan pada daerah yang terbuka terhadap ombak. Sedangkan jenis Cymodocea sp. ini sering berasosiasi dengan alga bentik dari genera Caulerpa; yang ditemukan pada perairan Gosong Senggora.
Tumbuhnya lamun dari jenis Halophila minor dan Cymodocea serrulata pada perairan yang lebih dalam di sekitar Gosong Pinggir, Gosong Berendam, Gosong Senggora dan Gosong Sepagar terindikasi merupakan lokasi ‘bermain’ dari ikan duyung (Dugong dugon). Namun demikian, seberapa jauh daya dukung padang lamun di perairan Kotawaringin Barat untuk menarik minat dihampiri oleh hewan langka ini belum pernah kita ketahui, ataukah ada hal lain lagi yang menarik kawanan hewan ini untuk datang ke kawasan perairan ini juga belum terjawabkan.

6.1.9.  Kondisi Lamun

Hasil survei secara umum memperlihatkan kondisi kerusakan padang lamun pada perairan pantai di kecamatan Kumai adalah termasuk kategori sedang, namun hal ini dapat mengarah kepada tingkat kerusakan yang lebih tinggi bila tidak diantisipasi terlebih dahulu dikarenakan lokasi tumbuhnya lamun kebanyakan pada perairan dangkal di sepanjang desa pesisir. Sementara itu dilihat dari penutupan (% cover) maka kondisi yang ada memperlihatkan padang lamun yang ada di sepanjang perairan pantai statusnya dalam kondisi kurang kaya atau kurang sehat, dimana tutupannya hanya sekitar 40% saja dari luasan sekitar 5 ha.
Kondisi kerusakan padang lamun yang terdapat di perairan laut (Gosong Pinggir, Gosong Sepagar, Gosong Berendam dan Gosong Senggora) dapat dikategorikan rendah, namun dilihat dari persen penutupannya (% cover) maka padang lamun di perairan laut ini dalam status kurang kaya atau kurang sehat.
Informasi mengenai penutupan jenis lamun bermanfaat untuk mengetahui kondisi ekosistem lamun di suatu wilayah serta kemampuan tumbuhan lamun tersebut untuk memanfaatkan luasan area yang ada. Secara umum, penutupan lamun di suatu area ditentukan oleh kepadatan dan juga morfologi tumbuhan lamun. Sebagai contoh, Enhalus acoroides adalah spesies lamun yang memiliki ukuran paling besar dibandingkan Thalassia hemprichii dan Cymodocea serrulata. Karena ukurannya yang besar tersebut menyebabkan Enhalus acoroides mampu memiliki penutupan yang besar walaupun kepadatannya di suatu habitat bernilai kecil.


6.1.10. Asosiasi Flora dan Fauna Lamun
Padang lamun berfungsi sebagai penghasil detritus (sampah) dan zat hara yang berguna sebagai makanan bagi makhluk hidup laut lainnya. Detritus daun lamun yang tua diuraikan (dekomposisi) oleh sekumpulan hewan dan jasad renik yang hidup di dasar perairan, seperti teripang, kerang, kepiting dan bakteri. Hasil penguraian ini berupa nutrien yang tercampur atau terlarut di dalam air. Nutrien ini tidak hanya bermanfaat bagi tumbuhan lamun, melainkan juga bermanfaat untuk pertumbuhan fitoplankton, dan selanjutnya zooplankton, dan juvenil ikan/udang.
Di sisi lain, tumbuhan lamun mampu mengikat sedimen dan menstabilkan substrat yang lunak. Sebagian hewan memanfaatkan lamun sebagai tempat berlindung, mencari makan, tumbuh besar dan memijah. Juntaian dedaunan lamun juga berguna menjadi tudung pelindung dari sengatan matahari bagi penghuni ekosistem ini.
Sebagaimana terumbu karang, padang lamun menjadi menarik karena wilayahnya sering menjadi tempat berkumpul berbagai flora dan fauna akuatik lain dengan berbagai tujuan dan kepentingan. Di padang lamun juga hidup alga (rumput laut), kerang-kerangan (moluska), beragam jenis ekinodermata (teripang-teripangan), udang dan berbagai jenis ikan.
Ikan-ikan amat senang tinggal di padang lamun. Ada jenis ikan yang sepanjang hayatnya tinggal di padang lamun, termasuk untuk berpijah (berkembang biak). Beberapa jenis lain memilih tinggal sejak usia muda (juvenil) hingga dewasa, kemudian pergi untuk berpijah di tempat lain. Ada juga yang hanya tinggal selama juvenil. Sebagian lagi memilih tinggal hanya sesaat. Suatu penelitian menunjukkan, jumlah ikan bernilai ekonomis penting yang ditemukan di kawasan padang lamun relatif kecil. Itu berarti bahwa padang lamun lebih merupakan daerah perbesaran bagi ikan-ikan tersebut.
Dari sekian banyak hewan laut, penyu hijau (Chelonia mydas) dan ikan duyung atau dugong (Dugong dugon) adalah dua hewan ‘pencinta berat’ padang lamun. Boleh dikatakan, dua hewan ini amat bergantung pada lamun. Hal ini tak lain karena tumbuhan tersebut merupakan sumber makanan penyu hijau dan dugong. Penyu hijau biasanya menyantap jenis lamun Cymodocea, Thalassia, dan Halophila. Sedangkan Dugong mengkonsumsi lamun terutama bagian daun dan akar rimpangnya (rhizoma) karena dua bagian ini memiliki kandungan nitrogen cukup tinggi.
Jenis alga bentik yang ditemui di sekitar hamparan padang lamun di perairan Gosong Senggora kebanyakan dari jenis Sargassum cristaefolium. Keberadaan alga bentik di perairan ini pada dasarnya tidak membentuk suatu kelompok tetapi lebih bersifat parsial. Jenis ekinodermata adalah Holothuria scabra (teripang pasir) dan H. Atra (teripang hitam/lollyfish), juga didapatkan bintang laut. Jenis moluska adalah Murex nigrospinosus.
Padang lamun yang ada di sekitar gugusan karang Gosong Senggora dan Gosong Sepagar menjadikan daerah asuhan bagi larva/juvenil ikan karang ekonomis penting seperti genus Lutjanus (snapper) dan ikan kakap (Epinephelus). 
6.2.    Aktivitas Penangkapan Ikan
Aktivitas penangkapan ikan oleh nelayan pesisir kabupaten Kotawaringin Barat terdiri dari 2 yaitu aktivitas di sekitar 1-3 mill laut dan aktivitas diatas 3 mil laut.  Aktivitas di atas 3 mil biasanya dilakukan oleh nelayan dengan waktu dari 2 minggu sampai 2 bulan berlayar sedangkan aktivitas 1-3 mil biasanya dilakukan setiap hari atau kurang dari seminggu waktu melaut.
Nelayan yang melaut di kawasan perairan 1-3 mil umumnya memanfaatkan kawasan senggora untuk tempat berlindung dan bertambat sementara dari cuaca laut yang buruk, tempat untuk menjual hasil tangkapan sebelum kembali melanjutkan aktivitas melaut. Nelayan dari Teluk Bogam bahkan mendirikan sebuah pondok di tenggah gosong Senggora untuk tempat memasak dan merebus rajungan agar mutunya tetap segar sebelum di bawa ke Desa Teluk Bogam untuk pengolahan selanjutnya.
Hasil pengamatan selama periode Juli – Agustus 2009 terlihat bahwa kegiatan penangkapan di sekitar kawasan dalam perairan senggora adalah kegiatan penangkapan menggunakan pancing untuk fishing game dari para pengemar pancing dari Kota Pangkalan Bun biasanya pada hari jumat hingga minggu. Aktivitas penangkapan ikan dengan cara menyelam untuk menangkap ikan karang dengan menggunakan Harpun (panah) oleh beberapa nelayan dari Desa Teluk Bogam. Aktivitas nelayan menggunakan jaring pada perbatasan kawasan dalam dengan luar Senggora adalah menangkap Rajungan (Portunus sp) oleh nelayan Desa Teluk Bogam, Desa Kubu dan Desa Sungai cabang Timur.
Pada kawasan luar Senggora aktivitas penangkapan dengan menggunakan Lampara Dasar dengan  target jenis udang-udangan, dan  gillnet dengan target ikan bawal dan ikan pelagis lainnya.
Aktivitas Penangkapan ikan yang dilakukan Nelayan di kawasan gosong senggora kebanyakan masih menggunakan cara-cara tradisional dengan memanfaatkan tanda-tanda alam seperti pergerakan arus, arah angin dan musim yang sedang berlangsung pada kawasan tersebut.
Tabel 6.6. di bawah ini memperlihatkan asal nelayan yang beraktivitas pada kawasan Gosong Senggora dan Sepagar dalam kurun waktu Juli – Agustus 2009 adalah sebagai berikut:

Tabel 6.6. Asal Nelayan dan Jumlah Kapal yang beraktivitas pada Kawasan Senggora Sepagar (Juli – Agustus 2009)

NO
ASAL NELAYAN
JUMLAH KAPAL
> 10 GT
10 - 5 GT
< 5 GT
PM
1.
Sungai Cabang
-
-
5
2
2.
Teluk Pulai
-
-
3
2
3.
Sungai Sekonyer
-
-
-
1
4.
Kubu
3
2
10
2
5.
Sungai Bakau
2
4
14
9
6.
Teluk Bogam
1
4
10
12
7.
Keraya
-
3
8
7
8.
Sebuai
1
3
5
1
Ket PM = Perahu Motor Sederhana (Sumber: Hasil Survei, 2009)
            Dari Tabel 6.6. di atas kapal nelayan yang paling banyak  beraktivitas pada kawasan Senggora adalah nelayan yang berasal dari Desa Teluk Bogam, Desa Sungai Bakau dan Desa Kubu. Umumnya kapal-kapal tersebut berlabuh jangkar di kawasan gosong senggora untuk beristirahat setelah menangkap ikan di luar kawasan Gosong Senggora dan menjual hasil tangkapannya kepada pedagang pengumpul yang menunggu di Gosong Senggora. Intensitas kapal yang berlabuh di kawasan Gosong Senggora di pengaruhi oleh musim penangkapan ikan dan cuaca di kawasan laut Kotawaringin Barat. Pada Musim Penangkapan ikan jumlah kapal yang bersandar cukup tinggi begitu juga ketika cuaca di laut buruk  nelayan penangkap banyak bertambat di kawasan gosong Senggora untuk menghindari gelombang besar dan badai.

6.3.    Persepsi Masyarakat Akan Kawasan Konservasi Senggora - Sepagar
Identifikasi terhadap persepsi masyarakat akan Kawasan Konservasi Laut Senggora dan Sepagar di wilayah perairan pesisir dan laut Kabupaten Kotawaringin Barat merupakan salah satu unsur penting dalam studi ini.  Untuk mengungkap persepsi masyarakat terhadap Kawasan Konservasi Laut di wilayah ini telah dilakukan survei lapangan dengan mengambil sampel masyarakat nelayan dan petambak. Pengambilan sampel tersebut dengan pertimbangan  bahwa masyarakat nelayan dan petambak merupakan komunitas yang paling intensif berinteraksi dengan kawasan perairan Laut Kotawaringin Barat.
Responden yang diambil masing-masing sebanyak 10 orang ditiap desa yaitu dari Desa Sungai Cabang, Desa Teluk Pulai, Desa Sungai Sekonyer, Desa Kubu, Desa Sungai Bakau, Desa Teluk Bogam, Desa Keraya dan Desa Sebuai. Sehingga dari delapan desa tersebut didapatkan 80 orang responden.
Keberadaan dan kelestarian ekosistem di perairan Senggora – Sepagar  sangat ditentukan oleh intensitas pemanfaatan atau gangguan masyarakat di sekitarnya. Oleh karena itu, maka persepsi masyarakat terhadap perlunya Kawasan Konservasi Laut di wilayah perairan Senggora – Sepagar perlu dikaji secara seksama. Untuk memperoleh gambaran mengenai pandangan dan pemahaman masyarakat terhadap kelestarian perairan Senggora – Sepagar beserta ekosistem yang ada didalamnya, telah diajukan beberapa pertanyaan kepada responden, yaitu sebagai berikut:
·         Apakah masyarakat memahami fungsi kawasan perairan Senggora dan Sepagar serta ekosistem yang ada didalamnya ?
·         Bagaimana persepsi masyarakat tentang kondisi flora dan fauna laut maupun pantai pada masa lalu (10 – 20 tahun yang lalu) di kawasan Senggora – Sepagar dibanding dengan kondisi saat ini?
·         Apakah kelestarian perairan Senggora – Sepagar beserta ekosistemnya perlu dipertahankan atau tidak ?
Berdasarkan Tabel 6.7. diatas, terlihat jelas bahwa dari segi pemahaman terhadap fungsi perairan Senggora – Sepagar, mayoritas masyarakat telah memahami. Hal ini terlihat dari besarnya persentase jumlah responden yang menyatakan memahami dan sangat memahami fungsi perairan dan ekosistemnya yakni 78,84 %.
Besarnya persentase masyarakat yang memahami fungsi perairan dan ekosistemnya dimungkinkan walaupun mereka memiliki tingkat pendidikan yang rendah mengingat mereka merupakan masyarakat yang berinteraksi secara langsung dengan perairan dan ekosistem perairan Senggora - Sepagar.
Berkaitan dengan kondisi flora dan fauna, sebagian masyarakat memiliki pemahaman yang cukup baik dalam arti mereka menyadari bahwa telah terjadi perubahan ekosistem dibandingkan dengan masa lalu atau dengan kata lain masyarakat mengatakan bahwa kondisi perairan dan pantai 10 tahun yang lalu masih lebih baik dari kondisi sekarang. Menurut mereka terjadinya perubahan disebabkan adanya penggunaan alat tangkap ikan yang merusak ekosistem di sekitar perairan Senggora – Sepagar. Untuk itu, upaya mempertahankan kelestarian sumberdaya dan ekosistem di wilayah perairan Senggora – Sepagar menurut persepsi masyarakat perlu dilakukan. Hal ini terlihat dari besarnya persentase responden yang memandang perlu dan sangat perlu adanya upaya pelestarian perairan dan pantai. Dimana hampir  94,36 % responden menyatakan perlu dan sangat perlu dengan alasan perairan dan pantai beserta flora, fauna, dan ekosistem didalamnya memiliki kemampuan dalam:
·         Menjaga keseimbangan alam
·         Memberikan kehidupan bagi masyarakat
·         Mempertahankan keanekaragaman hayati
·         Sarana wisata masyarakat
·         Sarana pendidikan lingkungan bagi anak-anak maupun dewasa
·         Sarana pengembangan ilmu dan teknologi.

Jadi berdasarkan atas persepsi masyarakat terhadap keberadaan flora, fauna, dan ekosistem di perairan dan pantai Teluk Kumai umumnya mereka memahami dan menyadari akan arti penting perairan tersebut.  Adanya persepsi yang positif dari masyarakat terhadap keberlanjutan ekosistem perairan dan pantai Teluk Kumai dapat menjadi salah satu dasar didalam pengembangan Kawasan Konservasi Laut di Perairan Teluk Kumai.

1 komentar: