INFO KELAUTAN DAN PERIKANAN
Senin, 09 November 2015
Kematian Ikan di Awal musim Hujan
Seperti kita ketahui ikan bernapas dengan insang, oksigen yang larut di air diserap oleh pembuluh darah pada bagian insang ikan, oleh sebab itu kadar oksigen terlarut dalam air harus mencukupi agar dapat diserap oleh insang ikan. Oksigen di air berkurang bilamana kadar keasaman tinggi, dan pada saat musim hujan air hujan menyumbang penurunan pH air. Itulah sebabnya ikan yang dipelihara akan banyak yang mati pada saat pergantian musim kemarau ke musim hujan.
RIAM OAK DI DESA PANAHAN KOBAR
KONSERVASI KAWASAN PERAIRAN BERBASIS MASYARAKAT DI DESA PANAHAN KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT
Desa Panahan adalah salah satu Desa Di Kecamatan Arut Utara Kabupaten Kotawaringin Barat Provinsi Kalimantan Tengah. Desa ini berada dibagian terhulu dari Sungai Arut. pada bagian hulu sungai Arut ini hidup satu jenis ikan yang sangat disukai oleh masyarakat, rasanya enak dan gurih. Hutan di tepian sungai juga masih bagus dan rimbun, umumnya hutan ini digunakan oleh masyarakat suku dayak untuk berladang dan berburu disamping juga sebagai tempat binatangliar berkembang biak. Ada kehawatiran bilamana hutan rusak akan berakibat terhadap air sungai dan ikan yang hidup di dalamnya. Oleh sebab itu Gereja Kalimantan Evangelis (GKE) bersama dengan masyarakat Desa Panahan menetapkan kawasan hulu sungai Arut sebagai kawasan yang di lindungi (konservasi), masyarakat adat telah membuat keputusan adat untuk melindungai jenis ikan Somah. Sedangkan pihak Gereja telah memiliki 50 ha hutan yang dilindungi.
Kamis, 03 April 2014
STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP
Pengembangan perikanan di Kabupaten Kotawaringin
Barat direkomendasikan pada
pengembangan perikanan tangkap dan perikanan budidaya.. Hal ini didasarkan pada pada
belum optimalnya pemanfaatan sumberdaya ikan yang terdapat di Kotawaringin
Barat dan masih rendahnya teknologi
penangkapan maupun teknologi budidaya. Disisi lain potensi lahan untuk
budidaya cukup besar dan belum
dimanfaatkan secara optimal.
Untuk mensinergiskan rencana pembangunan perikanan
di Kabupaten Kotawaringin Barat
dengan kebijakan nasional dan kebijakan pembangunan daerah Kabupaten
Kotawaringin Barat, maka orientasi
pembangunan perikanan jangka panjang dilakukan melalui peningkatan sumberdaya manusia perikanan dengan
strategi pengembangan industriliasi perikanan. Dengan pendekatan
seperti ini, maka orientasi pembangunan perikanan tidak hanya pada peningkatan produksi saja, akan tetapi
mencakup keseluruhan sistem agribisnis
dengan tetap berwawasan lingkungan.
Pemanfaatan sumberdaya ikan di perairan Kotawaringin
Barat masih belum optimal dam masih memungkinkan untuk dikembangkan.
Dengan masih belum optimalnya tingkat pemanfaatan
sumberdaya ikan di Kabupaten Kotawaringin Barat, maka masih memberi peluang yang cukup besar untuk mengembanngkan
perikanan tangkap di perairan tersebut dengan
meningkatkan jumlah dan ukuran unit penangkapannya dan juga
memaksimalkan usaha penangkapannya (fishing effort).
Jenis komoditas unggulan yang memberi peluang
untuk dikembangkan, berdasarkan
beberapa kriteria seperti kontinuitas produksi
setiap tahunnya, rata-rata jumlah hasil tangkapan setiap tahunnya yang relatif
banyak, harga komoditi yang relatif tinggi, serta ditunjang dengan besarnya potensi stok dan potensi
lestari (maximum sustainable yield/MSY) sumberdaya ikan, dan juga tersedianya teknologi penangkapan ikan yang efektif dan efisien.
Komoditas unggulan lokal untuk perairan
Kotawaringin Barat adalah jenis
udang, demersal, rajungan dan kepiting, sedangkan untuk komoditas unggulan ekspor adalah rajungan.
A. Strategi Pengadaan Input
Produksi
Kondisi pengadaan sarana produksi yang ada dewasa
ini, baru mencukupi untuk keperluan
usaha nemanfaatan surnberdaya ikan yang terbatas ini, oleh karenanya diperlukan penambahan dan kelancaran pengadaan
sarana produksi untuk kepentingan pengembangan usaha pemanfaatan sumberdaya ikan sesuai dengan keperluan
dan kebutuhan pengembangan usaha
perikanan di Kotawaringin Barat.
Pengadaan input atau sarana
produksi yang diperlukan untuk menunjang kelancaran produksi antara lain, bahan alat tangkap, es, bahan bakar (minyak,
solar dan oli), air tawar, konsumsi
perbekalan anak buah kapal (ABK), suku
cadang mesin dan perlengkapan
lainnya.
Strategi pengadaan input atau sarana produksi
dilakukan dengan cara :
- Memaksimalkan sarana produksi yang sudah ada, antara lain pengadaan es.
- Membangun sarana produksi yang benar-benar sangat diperlukan antara lain peningkatan kapasitas pabrik es, dan cold storage. Hal tersebut dimaksudkan agar kapasitas yang tersedia sesuai dengan kebutuhannya, sehingga tidak menimbulkan pemborosan atau inefisiensi yang pada akhirnya hanya akan membuat pengusaha menjadi merugi dan gulung tikar.
- Mengoptimalkan pasar atau kios-kios pada satu lokasi ( di TPI Kumai) dalam hal pengadaan bahan alat tangkap dan mesin kapal dan suku cadangnya yang diserahkan kepada mekanisme pasar yang ada, pemerintah daerah tetap mendorong agar iklim usaha tetap kondusif.
B. Strategi Pengembangan
Teknologi
Teknologi penangkapan ikan yang digunakan oleh
nelayan-nelayan Kotawaringin Barat
sudah relatif baik. Namun demikian
ada beberapa jenis alat tangkap yang
dapat dikembangkan dan ditingkatkan agar
lebih efektif dan efisien, tetapi ada juga alat tangkap yang tidak mungkin
untuk dikembangkan dan tidak efektif lagi. Biasanya secara alamiah, jenis
alat tangkap yang tidak efektif
dan efisien akan ditinggalkan dan tidak digunakan oleh nelayan dan
alat tangkap yang memiliki tingkat
kelayakan usaha yang tinggilah yang akan bertambah banyak.
Strategi pengembangan
teknologi penangkapan ikan yang diperlukan adalah meningkatkan ukuran/tonase
unit penangkapan ikan
Rencana pengembangan teknologi penangkapan, baik
untuk alat tangkap maupun jenis atau
ukuran kapal penangkap ikan tergantung pada Usaha peningkatan
kuantitas: mini purse seine (30-40 GT), jaring insang hanyut (5-10 GT), trammel-net
(5-10 GT).
Penggunaan alat tangkap biasanya disesuaikan
dengan tujuan utama dari komoditi
atau jenis ikan yang akan ditangkap. Pemakaiannya juga disesuaikan dengan kondisi daerah penangkapan dan musim penangkapan ikan. Jenis jenis alat tangkap
ikan yang layak untuk ditingkatkan antara adalah gill net, jaring insang hanyut, mini purse seine, trammel net. Peningkatan ukuran/tonase unit penangkapan ikan
sebaiknya disesuaikan dengan kondisi potensi lestari sumberdaya ikan yang
terdapat di Perairan Kotawaringin Barat dan lebih diutamakan menambah jenis
alat tangkap yang ramah lingkungan atau memiliki tingkat selektifitas yang tinggi.
C. Strategi
Pengembangan Keuangan dan Permodalan
Dukungan keuangan dan permodalan yang handal
merupkan salah satu syarat penting
dalam pembangunan. Menurut sumbernya, pembiayaan
pembangunan dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu sektor pemerintah dan
sektor masyarakat (termasuk swasta). Pembiayaan yang berasal dari sektor
pemerintah, terdiri atas :
a)
Pemerintah
Pusat, yaitu Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN), Inpres,
pinjaman dan bantuan luar negeri.
b)
Pemerintah
Daerah, yaitu Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD) provinsi
dan APBD kabupaten yang berasal dari Pendapatan
Asli Daerah (PAD), bagi hasil pajak dan bukan pajak serta pinjaman daerah.
Sedangkan pembiayaan yang berasal dari masyarakat
(swasta) antara lain Penanaman Modal
Dalam Negeri (PMDN), Penanaman Modal Asing
(PMA), kredit perbankan dan swadaya masyarakat. Dalam memenuhi sumber-sumber
pembiayaan tersebut, strategi yang dikembangkan adalah :
(1) Mengaktifhan kembali retribusi dan penangkapan lkan dengan mengoptimalkan
fungsi Tempat Pelelangan Ikan (TPI).
(2)
Mendorong pengembangan lembaga keuangan dan
perbankan dengan orientasi
kredit agribisnis perikanan (agribussines rural banking).
(3)
Menggali sumber-sumber penerimaan dalam. rangka UU
No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004.
(4)
Mengembangkan
sistem kredit yang berpijak pada ekonomi kerakyatan secara umum
dan agribisnis perikanan secara khusus.
D. Strategi Pengembangan Sumberdaya Manusia
'I'erbukanya peluang berbagai kesempatan kerja
sebagai dampak positif pengembangan perikanan di Kotawaringin Barat memerlukan sumberdaya
manusia berkualitas yang akan terjun baik
sebagai pemilik usaha maupun
tenaga herja. Pemilik
usaha, (perusahaan) dapat
berasal dari propinsi, investor dalam negeri atau luar negeri, sejauh tidak
menyalahi kebijakan Pemerintah Republik Indonesia dan sebagai tenaga kerja harus diutamakan angkatan kerja yang berasal dari Kotawaringin Barat.
Dengan mempertimbangkan bahwa kualitas sumberdaya
manusia dan angkatan kerja di
Kabupaten Kotawaringin Barat masih
belum memiliki kualifikasi pasar
tenaga kerja, dinilai dari
kriteria tingkat pendidikan, keterampilan
dan etos kerja (kedisiplinan), maka
perlu disusun strategi peningkatan
sumberdaya manusia dengan cara :
(1) Peningkatan kualitas keterampilan penduduk usia
kerja sesuai dengan lapangan
pekerjaan yang akan dimasuki. Untuk keperluan ini, maka Pemda
Kotawaringin Barat perlu menyelenggarakan
pelatihan dan bimbingan keterampilan
yang terarah kepada penduduk usia
kerja sesuai dengan lapangan kerja yang akan dimasukinya.
(2)
Pengembangan lembaga-lembaga pendidikan dan keterampilan (diklat). Lembaga-lembaga diklat yang dikembangkan,
seperti Balai Penyuluhan
Perikanan (BPP), Sekolah Menengah Kejuruan Perikanan, bengkel kerja, lembaga perguruan tinggi, atau lembaga
konsultan sebagai badan pelatih.
E. Strategi Pengembangan Agroindustri
Mencermati potensi sumberdaya ikan yang terdapat di kawasan Kotawaringin
Barat, ditambah dengan kondisi sarana dan prasarana pendukung yang ada dan
yang dapat dikembangkan (ditambah kapasitasnya), maka beberapa skenario pengembangan agroindustri perikanan diberikan sebagai berikut :
(1) Industri
Penangkapan
a.
Armada Lepas Pantai
b.
Intensifikasi armada penangkapan pantai
(2)
Industri
Penangkapan dan Pengolahan
Ikan
a.
Rantai dingin transportasi
b.
Cold
Storage
c.
Diversifikasi
produk
d.
Hasil
samping
(3) Industri
Penunjang
a.
Peningkatan
Kapasitas Pabrik Es
b.
Kemasan
Dari skenario pengembangan agroindustri tersebut
tampak bahwa parameter yang
dipengaruhi atau berpengaruh terhadap semua skenario pengembangan agroindustri perikanan adalah kondisi
jalan, sarana transportasi, bahan
bakar minyak (BBM), jumlah dan jenis hasil tangkapan serta permintaan produk
hasil tangkapan. Meskipun demikian, tingkat berpengaruh atau dipengaruhi
dari variabel skenario pengembangan
terhadap ketersediaan sarana dan prasarana tidaklah sama. Parameter
prasarana jalan, sarana transportasi, BBM, air tawar, basil tangkapan, permintaan produk, berpengaruh terhadap semua skenario pengembangan agroindustri perikanan.
Ketersediaan BBM dan sarana tangkap
sangat mempengaruhi skenario pengembangan industri penangkapan ikan (baik intensifikasi penangkapan ke
laut lepas maupun intensifikasi armada penangkapan yang ada). Namun
demikian, parameter sarana tangkap
ini juga merupakan komponen yang paling
sedikit berpengaruh atau dipengaruhi oleh skenario pengembangan industri
penanganan atau pengolahan ikan dan industri penunjangnya. Kondisi ini
bertolak belakang dengan parameter pasar, dimana
skenario pengembangan industri penangkapan hanya sedikit berpengaruh atau dipengaruhi secara tidak langsung.
F. Strategi Pengembangan
Pemasaran
Dengan memperhatikan
bahwa pengembangan Kawasan Perikanan Laut Kotawaringin Barat mengacu pada
sistem agribisnis, maka pemasaran dan
perdagangan hasil produksi merupakan salah satu sub sistem yang harus dikembangkan setara dengan sub
sistem agribisnis perikanan lainnya. Pengembangan
sub sistem pemasaran ini tidak hanya terbatas pada produk unggulan
terindentifikasi (udang, elasmobarnchi, rajungan, dan kepiting), tetapi harus menjangkau hasil tangkapan nelayan di luar komoditas unggulan.
Pengembangan pemasaran hasil perikanan tidak hanya
tertuju untuk merangsang produksi
dan produktivitas nelayan, tetapi juga untuk
mendongkrak harga jual nelayan dengan harapan dapat memperbaiki
kesejahteraan nelayan.
Masalah pemasaran hasil perikanan Kabupaten
Kotawaringin Barat tampaknya
banyak dialami oleh pihak nelayan. Oleh karena itu strategi pengembangan pemasaran difokuskan pada peningkatan
harga jual hasil tangkapan
nelayan.
Strategi pemasaran
yang terkait dengan produk adalah:
(1)
Peningkatan
volume dan penanganan kualitas ikan pelagis dan demersal.
(2)
Perluasan
diversifikasi pemanfaatan ikan pelagis kecil dan demersal untuk meningkatkan permintaan akan jenis ikan tersebut.
Strategi
yang terkait dengan distribusi fisik :
(1)
Mempertahankan
wilayah pasar yang sudah ada.
(2)
Penambahan
pengusaha pengelola (penampung).
(3)
Pengoperasian
sistem distribusi rantai dingin.
Strategi
yang terkait dengan sarana penunjang:
(1)
Pembentukan
sistem informasi pasar.
(2)
Peningkatan
sarana untuk mempertahankan kualitas ikan (air bersih, es, bahan dan alat kemas).
(3)
Penambahan
alat pengangkutan.
(4)
Pembangunan
alat penampungan sementara (gudang).
G. Strategi
Pengembangan Peraturan dan Kebijakan
Dengan adanya UU No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah yang
mengisyaratkan adanya otonomi daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pusat dan Daerah, maka peluang daerah
untuk memiliki kewenangan dalam pemberian ijin dan memperoleh bagian penerimaan sangat besar. Strategi kebijakan perikanan masih bersifat arahan
umum yang dapat dijelaskan sebagai
berikut:
(1)
Salah satu kendala yang sering dikeluhkan oleh
para investor atau calon investor adalah
aspek institusi dan hukum dalam kegiatan bisnis di Indonesia.
Secara umum adalah ruwetnya
birokrasi perijinan dan banyaknya
aturan hukum yang membingungkan. Adanya
kedua kendala ini sering kali menciptakan ekonomi biaya tinggi,
dimana pengeluaran biaya transaksi (transaction cost) menjadi
mahal. Oleh karenanva strategi minimalisasi biaya transaksi diperlukan.
(2)
Dalam menunjang peluang dan
iklim investasi adanya paket insentif dan disinsentif termasuk
salah satu daya tarik minat investor.
(3)
Segala hentuk perijinan
investasi seyogyanya melalui satu badan/instansi untuk memudahkan koordinasi,
integrasi dan sinkronisasi.
(4)
Melakukan pengaturan, pengendalian dan
penerbitan perijinan di bidang perikanan
sesuai dengan UU No. 31/2004 tentang Perikanan dan peraturan/ketentuan lainnya yang berlaku.
H. Strategi Pengembangan Prasarana dan Sarana
Perikanan
Pengembangan sarana dan prasarana perikanan
diarahkan untuk melengkapi dan meningkatkan fasilitas dasa.r, fungsional,
dan pengadaan fasilitas penunjang, untuk lebih meningkatkan dan memantapkan kegiatan operasional dan pelayanan jasa
Pelabuhan Perikanan/Pangkalan
Pendaratan Ikan Kumai, dalam rangka menunjang pengembangan Kawasan Perikanan Laut Kabupaten Kotawaringin Barat.
Pengembangan
sarana dan prasarana perikanan dilakukan secara komprehensif dan bertahap sesuai dengan kemampuan keuangan Pemerintah
Daerah maupun Pusat. Adapun jenis fasilitas yang akan dikembangkan
meliputi :
(1) Pembangunan fasilitas darat untuk melengkapi
fasilitas fungsional meliputi balai pertemuan nelayan dan dock/slipway.
(2) Peningkatan fasilitas fungsional yang meliputi:
perluasan PPI, bangunan/ bangsal processing ikan, toilet umum,
bengkel/workshop, rumah genset, tangki dan kios BBM, instalasi air
bersih (tangki dan menara air berikut jaringan distribusinya), instalasi pengolahan
air limbah, penambahan jaringan listrik, jaringan jalan dan drainase kompleks.
(3) Peningkatan dan penataan kembali fasilitas penunjang yang meliputi: poliklinik, kantin, rumah dinas kepala pelabuhan, rumah dinas staf pelabuhan,
mess karyawan dan rumah jaga.
Sasaran yang ingin dicapai dari pengembangan
sarana dan prasarana perikanan ini antara
lain adalah sebagai berikut:
(1) Peningkatan
dan penyempurnaan fasilitas fungsional yang memadai untuk untuk meningkatkan kegiatan operasional Pelabuhan Perikanan/Pangkalan
Pendaratan Ikan Kumai.
(2) Tersedianya fasilitas penunjang yang memadai
untuk meningkatkan kegiatan operasional Pelabuhan Perikanan/Pangkalan
Pendaratan Ikan Kumai.
(3) Meningkatkan volume produksi ikan di Pelabuhan
Perikanan/Pangkalan Pendaratan Ikan
Kumai.
(4) Meningkatkan pendapatan nelayan di sekitar
Pelabuhan Perikanan/ Pangkalan Pendaratan Ikan Kumai melalui peningkatan
pelayanan jasa pelabuhan.
(5) Menyediakan lapangan kerja khususnya bagi keluarga
nelayan di sekitar Pelabuhan
Perikanan/Pangkalan Pendaratan lkan Kumai, melalui pengembangan usaha perikanan.
(6) Menunjang pengembangan Kawasan Perikanan Laut
Kabupaten Kotawaringin Barat.
Untuk
merealisasikan rencana dan mencapai sasaran pengembangan diatas,
diperlukan strategi sebagai berikut :
(1)
Pemerintah
Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat perlu melakukan koordinasi
dengan Pemeriatah Daerah Propinsi Kalimantan Tengah dan Pemerintah
Pusat tentang kelangsungan pembangunan Pelabuhan Perikanan/Pangkalan Pendaratan Ikan Kumai khususnya dalam hal penyediaan dana.
(2)
Pemerintah Daerah Kabupaten
Kotawaringin Barat melakukan
koordinasi dengan instansi terkait dalam hal pengaturan program pembangunan
infrastruktur guna menunjang pengembangan Pelabuhan Perikanan/Pangkalan
Pendaratan Ikan Kumai.
(3)
Pemerintah
Daerah Kabupaten Kotawaringin
Barat mengusahakan perluasan lahan/areal Pelabuhan Perikanan/Pangkalan
Pendaratan Ikan Kumai.
(4)
Pemerintah Daerah
Kabupaten Kotawaringin Barat menyiapkan dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia untuk pengelolaan Pelabuhan
Perikanan/Pangkalan Pendaratan Ikan
Kumai.
(5)
Menciptakan iklim usaha perikanan yang kondusif
da1am rangka mendukung pemanfaatan sumber
daya perikanan ekonomis penting dan bernilai ekspor sampai tingkat optimal
lestari.
(6)
Mengupayakan tersedianya
bahan baku
untuk industri perikanan, yang
terjamin kualitas dan kuantitasnya secara berkelanjutan.
(7)
Membina
Koperasi perikanan untuk dapat berperan aktif da1am pembangunan yang semakin meningkat dan mandiri.
(sumber : Rencana Tata Ruang Pesisir dan Laut
Kabupaten Kotawaringin Barat)
POHON NYATU
Sambal sebagai pelengkap makanan sebelum berangkat ke hutan
Kelotok/perahu yang digunakan
memasak nasi sebagai bekal di hutan
hanya satu pohon nyatu yang tersisa mudahan ada program pelestariannya
(Desa Panahan Kobar Kalteng)
Senin, 20 Januari 2014
PROFIL KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN LAUT KOBAR
CALON KAWASAN
KONSERVASI LAUT
DAERAH
GOSONG SENGGORA –
SEPAGAR
Kawasan Gosong
Senggora berdasarkan arahan struktur
rencana ruang dari Rencana Tata Ruang Wilayah Pesisir dan Laut Kotawaringin
Barat sebagai kawasan konservasi yaitu kawasan lindung yang meliputi sempadan pantai, sempadan sungai, taman
nasional Tanjung Putting dan rencana taman laut di sekitar Gosong Senggora.
6.1. Kondisi Ekosistem Kawasan Senggora -
Sepagar
6.1.1. Terumbu Karang
Ekosistem kawasan Senggora – Sepagar
terdiri dari ekosistem terumbu karang, ekosistem padang lamun dan tidak
ditemukan ekosistem hutan mangrove. Terumbu
karang di Gosong Senggora tumbuh pada kedalaman 1 – 5 m dengan jarak pandang kecerahan memiliki kisaran 1,00
– 3,27 m (sampai dasar perairan) pada saat surut dan pada saat air pasang memiliki
kisaran kecerahan antara 3,25 – 3,94 m.
Tumbuhnya karang di dasar perairan Gosong
Senggora yang dangkal semakin memperlihatkan dominasi sedimen yang masuk ke perairan,
dimana karang tersebut memiliki pola adaptasi tumbuh yang menyesuaikan dengan
kondisi lingkungan perairan yang relatif keruh untuk melakukan proses
fotosintesis beserta simbion zooxanthella-nya.
Total Solid (TS) di kawasan perairan
Senggora berkisar antara 62 – 124 mg/l dan Suspended
Solid (SS) berkisar 0,12 – 0,80 mg/l.
Kekuatan arus juga berperan penting dalam
mendistribusikan zat hara, larva karang dan partikel sedimen yang masuk ke
perairan. Kecepatan arus yang kuat mensuplai ketersediaan oksigen terlarut
sehingga karang yang tumbuh pada daerah dengan arus yang kuat akan lebih baik
dibanding pada daerah yang tenang dan terlindung. Hasil pengukuran di kawasan
Senggora dan sekitarnya kekuatan arus berkisar dari 0,30 – 1,65 m/det.
Banyaknya karang patchy di perairan Gosong Senggora, baik yang terpencar ataupun terpusat
pada induknya, menciptakan ruang yang sempit diantara celah terumbu patchy dimana terjadi pemusatan energi
arus melewati celah sempit tersebut, berakibat kecepatan arus bertambah besar
dan terjadi turbulensi. Turbulensi mikro ini mengambil peranan mentransportasikan
larva karang ataupun mensuplai makanan planktonik yang diperlukan bagi
pertumbuhan biota karang batu yang bersifat filter
feeder. Sisi lainnya adalah terjadi input oksigen terlarut dan gelontoran
air untuk membersihkan karang dari endapan sedimen yang menempel di permukaan
koralitnya.
Pengukuran pada kualitas lingkungan perairan di
sekitar kawasan Senggora menunjukkan nilai kisaran pH 7,8 – 8,5; oksigen
terlarut (DO) berkisar antara 6,8 – 7,8 mg/l dan nilai BOD berkisar antara 5 –
14 mg/l.
Tabel 6.1. Nilai Kualitas air di sekitar
kawasan Gosong Senggora - Sepagar
St.
|
Koordinat
GPS
|
Parameter
|
|||||||
Kedalaman (cm)
|
Kecerahan (cm)
|
Arus (m/dt)
|
TS (mg/l)
|
TSS (mg/l)
|
pH (mg/l)
|
DO (mg/l)
|
BOD (mg/l)
|
||
1
|
LS 030
12’ 58,5”
BT 1110 41’ 65,4”
|
100
|
100
|
0,54
|
87
|
0,80
|
8,2
|
7,8
|
12
|
2
|
LS 030 12’ 59,8”
BT 1110 41’ 18,7”
|
420
|
200
|
0,80
|
62
|
0,23
|
8,4
|
7,2
|
10
|
3
|
LS 030
12’ 28,7”
BT 1110 41’ 33,8”
|
500
|
327
|
1,20
|
74
|
0,67
|
8,2
|
7,6
|
5
|
4.
|
LS 030 12’ 37,9”
BT 1110 41’ 25,9”
|
320
|
278
|
0,30
|
116
|
0,56
|
8,1
|
7,8
|
7
|
5
|
LS 030 13’ 46,13”
BT 1110 41’ 1,93”
|
215
|
210
|
0,45
|
120
|
0,45
|
8,0
|
7,5
|
12
|
6
|
LS 030
11’ 50,78”
BT 1110
42’ 18,43”
|
300
|
290
|
1,65
|
122
|
0,34
|
7,9
|
7,5
|
6
|
7
|
LS 030
08’ 06,79”
BT 1110
45’ 11,90”
|
278
|
278
|
0,79
|
121
|
0,52
|
7,8
|
7,2
|
7
|
8
|
LS 030
09’ 05,79”
BT 1110
45’ 1,90”
|
176
|
176
|
0,80
|
124
|
0,61
|
8,2
|
6,8
|
10
|
9
|
LS 030 14’ 08,20”
BT 1110 40’ 2,10”
|
180
|
180
|
0,82
|
118
|
0,44
|
8,5
|
7,5
|
12
|
10
|
LS 030 13’ 09,20”
BT 1110 41’ 09,10”
|
210
|
200
|
0,90
|
110
|
0,12
|
8,2
|
7,7
|
14
|
Karakteristik karang di perairan Gosong
Senggora merupakan karang yang umum dijumpai di perairan keruh. Beberapa genera karang yang dijumpai pada
rataan terumbu seperti Acropora
bercabang, Goniopora, Favia, Favites, Goniastrea, Galaxea, Fungia, Turbinaria, Montipora, Pectinia, Diplostrea dan Porites.
Sementara pada lereng terumbu umumnya dijumpai Galaxea, Turbinaria, Porites, Favia, Pectinia dan Tubastrea. Semua jenis karang termasuk
kedalam filum Cnidaria (Coelenterata).
Hampir semua karang yang ditemukan
mempunyai atribut sediment rejection mulai
dari bentuk pertumbuhannya yang umumnya massive,
pergerakan tentakel dan cilia, mampu
menggelEmbungkan jaringan dengan tekanan hidrostatik, menghasilkan lendir (mucus) dan memiliki jaringan yang tebal.
Pada rataan terumbu dangkal (reef front) yang mendapat pengaruh aksi
gelombang dan resuspensi sedimen yang aktif umumnya karang tersebut memiliki
bentuk massive seperti karang batu Diploastrea, Galaxea, Porites, Favia dan Favites. Bentuk ecomorph
seperti massive memberikan keuntungan
bagi karang untuk membersihkan diri dari akumulasi sedimen dengan bantuan
pergerakan arus. Reigl et al. (1996) menjelaskan bahwa bentuk
karang umumnya merupakan refleksi dari kondisi lingkungan, morfologi karang
yang terbentuk merupakan adaptasi terhadap kondisi lokal. Umumnya karang di
perairan keruh membangun bentuk seperti punggung bukit daripada bentuk
pertumbuhan yang datar.
Sementara itu pada area dimana sedimentasi
tergolong sedang dengan arus yang kuat
morfologi karang cenderung berbentuk meja (tabulate)
seperti karang Acropora hyacinthus,
lembaran (foliose) atau cup-shape seperti Turbinaria. Berbeda
halnya dengan karang Tubastrea dengan
morfolologi seperti ranting tegak bercabang yang dominan pada tubir yang teduh
(reef slope) pada kedalaman 4 - 7
m. Pertumbuhannya yang vertikal
merupakan refleksi terhadap terbatasnya cahaya.
Secara
umum berdasarkan tutupan koloni karang batu didominasi oleh genera Porites, Goniopora dan Favia yang
memiliki kemampuan sediment rejection. Selain itu, karang Porites tergolong karang k-strategist
yang mengatasi keterbatasan substrat dengan membentuk koloni yang besar,
sedangkan karang Favia dan Goniapora tergolong karang intermediate
yang dapat hidup pada berbagai kondisi lingkungan (Sorokin 1993).
Karang
memiliki variasi bentuk pertumbuhan koloni yang berkaitan dengan kondisi
lingkungan perairan. Berbagai jenis bentuk pertumbuhan karang dipengaruhi oleh
intensitas cahaya matahari, hidrodinamik (gelombang dan arus), ketersediaan
bahan makanan, sedimen, subareal exposure dan faktor genetik.
Berdasarkan bentuk pertumbuhannya
karang batu terbagi atas karang Acropora dan non-Acropora. Perbedaan Acropora dengan non-Acropora terletak pada struktur
skeletonnya. Acropora memiliki bagian
yang disebut axial koralit dan radial koralit, sedangkan non-Acropora
hanya memiliki radial koralit.
Selanjutnya Acropora memiliki pertumbuhan yang lebih cepat ketimbang
non-Acropora, namun diantara keduanya bisa juga terjadi perkawinan
silang. Pembedaan ini hanya untuk memudahkan dalam pengidentifikasian saat
melakukan pengamatan karang, mengingat banyaknya jenis karang yang tumbuh dalam
satu daerah terumbu.
Secara umum, karang yang tumbuh adalah
karang yang dapat bertahan dengan kondisi sedimen yang tinggi, sehingga bila
indikator estetika menjadi faktor utama maka kondisi karang di Gosong Senggora
dan Gosong Sepagar dapat dikatakan tidak seindah karang yang tumbuh pada
kondisi perairan yang jernih dimana sedikit sekali menerima pengaruh suspensi
sedimen karena karang-karang ini terlihat kecoklat-coklatan akibat endapan
lumpur yang masuk ke perairan.
Tabel 6.2. Persentase Tutupan dan Kondisi
Terumbu Karang Setiap Stasiun
Stasiun
|
Koordinat GPS
|
Posisi
|
Tutupan Karang
(%)
|
Kondisi
|
1
|
LS 030 12’ 58,5”
BT 1110 41’ 65,4”
|
Tenggara Gs. Besar Senggora
Batu Merah Kecil
|
50,72
|
Baik
|
2
|
LS 030 12’ 59,8”
BT 1110 41’ 18,7”
|
Baratdaya Gs. Besar Senggora
|
49,93
|
Sedang
|
3
|
LS 030 12’ 28,7”
BT 1110 41’ 33,8”
|
Timurlaut Gs. Besar Senggora
|
88,22
|
Sangat Baik
|
4.
|
LS 030 12’ 37,9”
BT 1110 41’ 25,9”
|
Gs. Besar Senggora
Artificial Reef/terumbu buatan
|
18,14
|
Rusak
|
5
|
LS 030 13’ 46,13”
BT 1110 41’ 1,93”
|
Timurlaut Gs. Berandam
|
18,40
|
Rusak
|
6
|
LS 030 11’ 50,78”
BT 1110 42’ 18,43”
|
Utara Gs. Pinggir
|
23,50
|
Rusak
|
7
|
LS 030 08’ 06,79”
BT 1110 45’ 11,90”
|
Timur Gs. Sepagar
|
29,84
|
Sedang
|
8
|
LS 030 09’ 05,79”
BT 1110 45’ 1,90”
|
Tenggara Gs. Sepagar
|
23,01
|
Rusak
|
9
|
LS 030 14’
08,20”
BT 1110 40’
2,10”
|
Timur Gosong Berandam
|
48,54
|
Sedang
|
10
|
LS 030 13’
09,20”
BT 1110 41’
09,10”
|
Batu Merah
|
48,23
|
Sedang
|
Kondisi terumbu karang Gosong Senggora dapat dideskripsikan dari nilai
persentase tutupan karang hidupnya. Berdasarkan Gambar 6.3. dan Tabel 6.2. menunjukkan
stasiun 3 dalam kondisi sangat baik (88,22 %), Stasiun 1 dalam kondisi baik (50,72
%), Stasiun 2 , 7, 9, 10 dalam kondisi sedang (29,84 % - 49,93 %) dan Stasiun 4
, 5, 6, 8 dalam kondisi rusak menuju kritis (18,14 % - 23,50 %).
Kerusakan karang lebih banyak
disebabkan oleh faktor alami terutama akibat sedimentasi yang menutupi
permukaan karang dan sebagian akibat aktivitas manusia. Beberapa aktivitas
kapal penangkap ikan yang labuh jangkar di sekitar lokasi Gosong Senggora
terutama pada rataan terumbu maupun pada tubir (slope) menjadi penyebab utama kerusakan fisik terumbu. Pada
beberapa spot ditemukan karang yang patah, terbalik membentuk lintasan akibat
tarikan jangkar kapal. Beberapa karang
tersebut akan ter-expose oleh
resuspensi sedimen kemudian tertutup oleh sedimen yang diikuti oleh
berkembangnya turf algae dan akhirnya
mati.
Selain itu konversi lahan di daratan
juga semakin intensif seperti pembukaan lahan
perkebunan kelapa sawit (penggunaan pupuk), penebangan kayu hutan,
pembakaran lahan, pertambangan sistem open
pit, pertambangan emas dan bahan galian jenis C di sekitar sungai-sungai
yang bermuara ke Teluk Kumai. Kondisi yang akan memicu semakin tingginya run-off yang masuk ke sistem DAS. Hal
ini diperparah oleh perubahan iklim yang tidak menentu, terutama tingginya
curah hujan dan semakin berkurangnya daerah cathman
area dan resapan air akibat konversi lahan.
Dari semua deskripsi di atas akan
membawa konsekuensi terhadap perubahan lingkungan perairan sebagai berikut :
1.
Jangkauan air tawar akan
semakin jauh sehingga akan mempengaruhi keseimbangan salinitas di kawasan
perairan Gosong Senggora dalam jangka panjang akan terjadi desalinitas.
2.
Suspensi padatan akan
semakin jauh akibat debit sungai semakin besar akibat anomali iklim dan
konversi lahan sehingga akan meningkatkan kekeruhan dan sedimentasi di
perairan.
3.
Peningkatan nutrien di
perairan dan jangkauan akan semakin jauh sehingga mendekati perairan Gosong
Senggora.
Dalam
jangka panjang kondisi di atas akan memberikan dampak yang tidak menguntungkan
bagi terumbu karang karena ekosistem ini
sangat rentan terhadap perubahan kualitas perairan. Nutrient enrichment akan memicu pertumbuhan alga yang cepat
sehingga akan merubah tutupan karang, berkembangnya penyakit dan jamur pada
karang, semakin berkembangnya bioeroder
pada koloni karang.
Sedimentasi yang diikuti dengan
peningkatan nutrien akan merubah komposisi biota yang berasosiasi di terumbu
karang. Nutrien yang berlebih akan
memacu pertumbuhan macro algae secara
cepat sehingga mengurangi area penutupan karang. Adanya bahan organik sedimen
pada permukaan karang memicu pertumbuhan turf
algae. Efek yang ditimbulkan oleh
respirasi turf algae pada malam hari
akan menghasilkan asam organik. Pada kerangka kapur yang ditempati oleh turf algae terjadi penurunan tingkat
keasaman dan senyawa asam tersebut dapat melarutkan kerangka kapur pada karang
batu. Akumulasi sedimen dan nutrien juga menyebabkan peningkatan jumlah biota macroborer seperti polychaeta, sponge dan bivalva yang mengakibatkan bioerosi pada
karang batu (Suharsono 1998; Macdonal &
Perry 2003). Disamping itu sedimentasi juga mempengaruhi
langsung terhadap karang termasuk smothering,
pengeluaran energi yang berlebih untuk aksi cillia
melepaskan partikel sedimen di permukaan karang, abrasi mucus dan menghalangi rekrutmen.
Dari kategori tutupan berdasarkan substrat yang ada di dasar perairan
lokasi pengamatan didapatkan persentase seperti berikut ini.
Tabel 6.3. Persentase
tutupan berdasarkan kategori substrat
Kategori substrat
|
Stasiun (%)
|
|||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
|
-
|
35,71
|
18,10
|
12,21
|
10,23
|
17,82
|
6,72
|
10,67
|
30,32
|
30,00
|
|
Hard Coral – Non
Acropora
|
50,72
|
14,22
|
70,12
|
5,93
|
8,17
|
5,68
|
23,12
|
12,34
|
18,22
|
18,23
|
Dead Coral (DC)
|
4,86
|
20,23
|
4,55
|
32,16
|
40,40
|
28,12
|
28,79
|
25,89
|
18,24
|
18,20
|
Soft Coral (SC)
|
3,70
|
0,80
|
0,49
|
0,72
|
2,72
|
4,24
|
4,11
|
1,72
|
3,82
|
2,15
|
Sponge (SP)
|
3,67
|
2,42
|
2,30
|
3,20
|
1,25
|
2,30
|
4,02
|
4,12
|
3,45
|
3,14
|
Other
|
4,12
|
1,10
|
-
|
-
|
-
|
0,62
|
3,67
|
1,07
|
2,12
|
2,12
|
Algae – Fleshy Weed (A)
|
1,20
|
18,27
|
-
|
0,52
|
1,02
|
5,12
|
2,67
|
0,78
|
15,67
|
12,87
|
Rubble (R)
|
21,39
|
4,21
|
1,20
|
44,46
|
31,08
|
21,67
|
15,95
|
32,56
|
5,78
|
5,68
|
Sand (S)
|
10,34
|
3,04
|
3,24
|
0,80
|
5,13
|
14,43
|
10,95
|
10,05
|
2,38
|
7,61
|
Berdasarkan Tabel
6.3. di atas menunjukkan stasiun 3
tutupan karang hidup (88,22 %), Stasiun 1 tutupan karang hidup (50,72 %),
Stasiun 2 tutupan karang hidup (49,93 %), Stasiun 9 (48,54%), Stasiun 10
(48,23%), Stasiun 7 (29,84%), Stasiun 6 (23,50%), Stasiun 8 (23,01%), Stasiun 5
(18,40%) dan Stasiun 4 tutupan karang hidup (18,14 %).
Komposisi tutupan
karang pada stasiun 1, 3, 7, 9 dan 10 di dominasi oleh karang batu dari
kelompok Non-Acropora. Hal yang
berbeda ditemukan pada Stasiun 2 dan 4 yang didominasi kelompok karang Acropora.
Stasiun 2 dan 4 posisinya berada pada sisi barat dari Gosong Senggora. Kesamaan
lainnya menunjukan bahwa kategori karang mati (dead coral) tergolong
tinggi di antara semua stasiun, tetapi pecahan karang (rubble) lebih
banyak dijumpai di Stasiun 4, 5 dan Stasiun 8. Banyaknya pecahan karang dan
karang di Stasiun 4 diduga disebabkan oleh aktivitas labuh jangkar ketika musim
tenggara. Karena di lokasi ini relatif
teduh dan aman bagi kapal yang berlabuh untuk menghindari gelombang.
6.1.2. Indek Mortalitas Karang
Indek mortalitas
merupakan suatu penilaian terhadap terumbu karang untuk mendeskripsikan rasio kematian karang. Indeks ini memperlihatkan besarnya perubahan karang
hidup menjadi karang mati. Nilai indeks mortalitas yang mendekati 0,0
menunjukkan bahwa tidak ada perubahan yang berarti bagi karang hidup, sedangkan
nilai yang mendekati 1,0 menunjukkan bahwa terjadi perubahan yang berarti dari
karang hidup menjadi karang mati.
Indek mortalitas
karang tertinggi ditemukan pada Stasiun 4 (0,65), Stasiun 5 (0,60), Stasiun 8
(0,54) dan terendah pada Stasiun 3 (0,06). Di Gosong Senggora (St 4) terlihat
jelas tingkat kematian karang sangat tinggi, dimana kebanyakan kematian karang
disebabkan oleh bekas labuhan jangkar kapal sehingga pada kawasan ini
penempatan karang buatan (artificial reef)
dilakukan untuk merehabilitasi kembali kondisi karang.
6.1.3. Asosiasi Flora dan Fauna
Terumbu karang memberikan perlindungan
bagi hewan-hewan dalam habitatnya termasuk sponge, anemon, ikan (kerapu, hiu
karang, clown fish, belut laut, dll), ubur-ubur, bintang laut,
udang-udangan, kura-kura, ular laut, siput laut, cumi-cumi atau gurita,
termasuk juga burung-burung laut yang sumber makanannya berada di sekitar
ekosistem terumbu karang.
Identifikasi memperlihatkan banyaknya
flora dan fauna yang saling memanfaatkan kehidupan bersama dengan terumbu
karang yang ada di sekitar Gosong Senggora. Selain ikan komersil, juga
ditemukan ikan hias karang yang cukup mahal harganya serta jenis alga bentik.
Ikan komersil yang didapatkan adalah jenis kerapu tikus (Chromileptes altivelis), ikan kakaktua (Parotfishes/Scaridae), ikan baronang (Siganus guttatus), ikan kakap
(Seabass/Snappers/Lutjanus gibbus).
Dari kelompok alga bentik telah teridentifikasi jenis Caulerpa serrulata, Hypnea
asperi, Udotea flabellum, Padina australis, Galaxaura filamentosa, Halimeda
gracilis dan Glacilaria salicornia.
Jenis ikan hias karang adalah Coradion
melanopus, Chelmon rostratus
(Beaked coralfish) dan Caesio cunning.
Disamping itu banyak pula ditemukan jenis bulu babi (Sea urchin/Diadema setosum).
6.1.4. Ikan Karang
Kawasan Perairan Senggora – Sepagar juga
dipenuhi dengan ikan-ikan karang, yang biasanya dikelompokkan berdasarkan
peranannya yaitu :
1. Ikan Target; ikan yang merupakan target untuk
penangkapan atau lebih dikenal juga dengan ikan ekonomis penting atau ikan
konsumsi, seperti Seranidae, Lutjanidae,
Kyphosidae, Lethrinidae, Acanthuridae, Mulidae, Siganidae, Labridae (Chelinus,
Himigymnus, Choerodon) dan Haemulidae.
2. Ikan indikator;
sebagai ikan penentu untuk
terumbu karang karena ikan ini erat hubungannya dengan kesuburan terumbu karang
yaitu ikan dari famili Chaetodontidae
(kepe-kepe).
3. Ikan lain (mayor
famili); ikan ini umumnya
dalam jumlah banyak dan banyak dijadikan ikan hias air laut (Pomacentridae, Caesionidae, Scaridae,
Pomacanthidae, Labridae, Apogonidae dan lain-lain.)
Hasil pengamatan di 4 lokasi (Gosong
Senggora Besar, Gosong Sepagar, Gosong Pinggir dan Gosong Berendam) mendapatkan
ikan karang yang termasuk ke dalam 21 famili (Tabel 6.4.). Pengamatan ikan
karang ini dengan memakai metode line
transect dengan pengamatan 2,5 m ke kiri-kanan sangat tergantung pada visibility perairan, dimana belum bisa
men-cover semua area, disamping itu
disebabkan pula dengan keterbatasan pandangan karena pada saat survei kondisi
lingkungan perairan dalam keadaan agak keruh sehingga jarak pandangan juga
terbatas. Dengan demikian secara pintas dapat dikatakan bahwa masih
memungkinkan belum teridentifikasi semua jenis ikan di lokasi survei ini.
Tabel 6.4. Famili ikan karang yang teridentifikasi
di lokasi pengamatan.
NO
|
FAMILI (scientific name)
|
FAMILI (common name)
|
KETERANGAN
|
1
|
Chaetodontidae
|
Butterflyfishes
|
Indikator
|
2
|
Dasyatidae
|
Stingrays
|
Target
|
3
|
Haemulidae
|
Grunts
|
Target
|
4
|
Lutjanidae
|
Snappers
|
Target
|
5
|
Mullidae
|
Goatfishes
|
Target
|
6
|
Serranidae
|
Sea basses: groupers and
fairy bass
|
Target
|
7
|
Siganidae
|
Rabbitfishes
|
Target
|
8
|
Nemipteridae
|
Threadfin breams, Whiptail
breams
|
Target
|
9
|
Apogonidae
|
Cardinalfishes
|
Mayor
|
10
|
Caesionidae
|
Fusiliers
|
Mayor
|
11
|
Gobiesocidae
|
Clingfishes and singleslits
|
Mayor
|
12
|
Gobiidae
|
Gobies
|
Mayor
|
13
|
Holocentridae
|
Squirrelfishes,
soldierfishes
|
Mayor
|
14
|
Pomacanthidae
|
Angelfishes
|
Mayor
|
15
|
Monacanthidae
|
Filefishes
|
Mayor
|
16
|
Ostraciidae
|
Boxfishes (cowfish and
trunkfish)
|
Mayor
|
17
|
Pempheridae
|
Sweepers
|
Mayor
|
18
|
Pinguipedidae
|
Sandperches
|
Mayor
|
19
|
Pomacentridae
|
Damselfishes
|
Mayor
|
20
|
Scaridae
|
Parrotfishes
|
Mayor
|
21
|
Labridae
|
Wrasses
|
Mayor/Target
|
Kelimpahan ikan karang saat pengamatan
memperlihatkan lokasi di Gosong Senggora Besar lebih melimpah dibandingkan pada
lokasi lain (Gambar 6.5). Demikian pula halnya dengan jumlah famili dan spesies
yang teridentifikasi juga didominasi oleh Gosong Senggora Besar. Hal ini
diakibatkan oleh kondisi terumbu karang yang masih baik, terutama pada lokasi
bagian timur laut dan tenggara dari Gosong Senggora Besar.
Penilaian terhadap ikan indikator mengungkapkan bahwa pada dasarnya
perairan Kotawaringin Barat memiliki suplai sedimen yang cukup besar masuk ke
perairan dengan tingkat kekeruhan yang cukup tinggi, akibatnya kondisi tumbuh
karang juga berpengaruh, sehingga ikan dari famili Chaetodontidae begitu sedikit didapatkan yaitu 2 spesies saja.
Indikasi ini mencerminkan tingkat kesuburan karang yang tumbuh sangat rendah di
lokasi yang diamati karena pengaruh sedimentasi yang menyebabkan penetrasi
cahaya di air laut akan berkurang dan hewan karang (polip) akan bekerja keras untuk membersihkan partikel yang menutupi
tubuhnya.
Selanjutnya bila kita lihat dari ikan target dan ikan mayor, juga
mencerminkan rendahnya jumlah famili ikan yang terpantau, namun hasil
visualisasi penyelaman menyatakan walau jumlah famili rendah tapi ikan yang ada
memiliki ukuran yang besar-besar, ini dapat diartikan bahwa tingkat eksploitasi
ikan karang belum terlalu tinggi.
6.1.8. Jenis Lamun
6.1.8. Jenis Lamun
Hasil analisis
citra satelit Landsat ETM 7 pada komposit band 321 dan klasifikasi substrat
berdasarkan formula Lyzenga memperkirakan luas padang lamun di perairan
laut Gosong Senggora sekitar 0,550 km2, sedangkan di Gosong Sepagar adalah
0,027 km2. Hasil citra memperlihatkan bahwa keberadaan lamun lebih banyak
tumbuh pada daerah diantara hamparan pasir dengan pecahan karang mati.
Lamun yang tumbuh di perairan laut yang
meliputi daerah Gosong Senggora-Gosong Pinggir-Gosong Berendam-Gosong Sepagar,
cenderung berpola campuran, dalam hal ini jenis Thalassia hemprichii-Halophila
minor-Cymodocea serrulata-Enhalus acoroides, berkembang
bersama-sama dengan saling membagi ruang tumbuh. Dari sebaran lamun yang ada di
Kawasan gosong senggora dan Sepagar jenis yang telah teridentifikasi adalah Enhalus acoroides (EA), Thalassia hemprichii (TH), Halophila minor (HM) dan Cymodocea serrulata (CS).
Tabel 6.5.Jenis lamun yang teridentifikasi di
perairan Senggora - Sepagar
NO
|
LOKASI
|
JENIS LAMUN
|
SUBSTRAT
|
|||
EA
|
TH
|
HM
|
CS
|
|||
1
|
Gs. Senggora
|
+
|
+
|
+
|
+
|
Pasir
|
2
|
Gs. Pinggir
|
+
|
+
|
+
|
+
|
Pasir
|
3
|
Gs. Berendam
|
+
|
+
|
+
|
+
|
Pasir
|
4
|
Gs. Sepagar
|
+
|
+
|
+
|
+
|
Pasir
|
Sumber: Hasil Survei, 2009. Keterangan: + = Ada; - = Tidak ada
pada perairan yang agak dalam (± 5 m) yang
merupakan hamparan pasir putih di sekitar Gosong Pinggir, Gosong Berendam,
Gosong Senggora dan Gosong Sepagar jenis lamun yang ditemukan adalah Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides, Halophila minor dan Cymodocea
serrulata. Jenis lamun yang teridentifikasi ini termasuk dalam famili Hydrocharitaceae, kecuali jenis Cymodocea serrulata yang termasuk famili
Potamogetonaceae.
Kedua jenis lamun (Enhalus acoroides dan Thalassia
hemprichii) merupakan asosiasi lamun yang paling umum di wilayah Indonesia,
dimana Enhalus acoroides sering
melimpah pada lingkungan yang lebih terlindung dari gempuran ombak, sedangkan Thalassia hemprichii dominan dalam hal
kelimpahan pada daerah yang terbuka terhadap ombak. Sedangkan jenis Cymodocea sp. ini sering berasosiasi
dengan alga bentik dari genera Caulerpa;
yang ditemukan pada perairan Gosong Senggora.
Tumbuhnya lamun dari jenis Halophila minor dan Cymodocea serrulata pada perairan yang lebih dalam di sekitar
Gosong Pinggir, Gosong Berendam, Gosong Senggora dan Gosong Sepagar terindikasi
merupakan lokasi ‘bermain’ dari ikan duyung (Dugong dugon). Namun demikian, seberapa jauh daya dukung padang
lamun di perairan Kotawaringin Barat untuk menarik minat dihampiri oleh hewan
langka ini belum pernah kita ketahui, ataukah ada hal lain lagi yang menarik
kawanan hewan ini untuk datang ke kawasan perairan ini juga belum terjawabkan.
6.1.9. Kondisi Lamun
Hasil survei secara umum memperlihatkan
kondisi kerusakan padang lamun pada perairan pantai di kecamatan Kumai adalah
termasuk kategori sedang, namun hal ini dapat mengarah kepada tingkat kerusakan
yang lebih tinggi bila tidak diantisipasi terlebih dahulu dikarenakan lokasi
tumbuhnya lamun kebanyakan pada perairan dangkal di sepanjang desa pesisir.
Sementara itu dilihat dari penutupan (% cover)
maka kondisi yang ada memperlihatkan padang lamun yang ada di sepanjang
perairan pantai statusnya dalam kondisi kurang kaya atau kurang sehat, dimana
tutupannya hanya sekitar 40% saja dari luasan sekitar 5 ha.
Kondisi kerusakan padang lamun yang
terdapat di perairan laut (Gosong Pinggir, Gosong Sepagar, Gosong Berendam dan
Gosong Senggora) dapat dikategorikan rendah, namun dilihat dari persen
penutupannya (% cover) maka padang lamun di perairan laut ini dalam status
kurang kaya atau kurang sehat.
Informasi mengenai penutupan jenis lamun
bermanfaat untuk mengetahui kondisi ekosistem lamun di suatu wilayah serta
kemampuan tumbuhan lamun tersebut untuk memanfaatkan luasan area yang ada.
Secara umum, penutupan lamun di suatu area ditentukan oleh kepadatan dan juga
morfologi tumbuhan lamun. Sebagai contoh, Enhalus acoroides adalah
spesies lamun yang memiliki ukuran paling besar dibandingkan Thalassia
hemprichii dan Cymodocea serrulata. Karena ukurannya yang besar
tersebut menyebabkan Enhalus acoroides mampu memiliki penutupan yang
besar walaupun kepadatannya di suatu habitat bernilai kecil.
6.1.10. Asosiasi Flora dan Fauna Lamun
Padang lamun berfungsi sebagai penghasil
detritus (sampah) dan zat hara yang berguna sebagai makanan bagi makhluk hidup
laut lainnya. Detritus daun lamun yang tua diuraikan (dekomposisi) oleh
sekumpulan hewan dan jasad renik yang hidup di dasar perairan, seperti
teripang, kerang, kepiting dan bakteri. Hasil penguraian ini berupa nutrien
yang tercampur atau terlarut di dalam air. Nutrien ini tidak hanya bermanfaat
bagi tumbuhan lamun, melainkan juga bermanfaat untuk pertumbuhan fitoplankton, dan selanjutnya zooplankton, dan juvenil ikan/udang.
Di sisi lain, tumbuhan lamun mampu
mengikat sedimen dan menstabilkan substrat yang lunak. Sebagian hewan
memanfaatkan lamun sebagai tempat berlindung, mencari makan, tumbuh besar dan
memijah. Juntaian dedaunan lamun juga berguna menjadi tudung pelindung dari
sengatan matahari bagi penghuni ekosistem ini.
Sebagaimana terumbu karang, padang lamun
menjadi menarik karena wilayahnya sering menjadi tempat berkumpul berbagai
flora dan fauna akuatik lain dengan berbagai tujuan dan kepentingan. Di padang
lamun juga hidup alga (rumput laut), kerang-kerangan (moluska), beragam jenis
ekinodermata (teripang-teripangan), udang dan berbagai jenis ikan.
Ikan-ikan amat senang tinggal di padang
lamun. Ada jenis ikan yang sepanjang hayatnya tinggal di padang lamun, termasuk
untuk berpijah (berkembang biak). Beberapa jenis lain memilih tinggal sejak
usia muda (juvenil) hingga dewasa,
kemudian pergi untuk berpijah di tempat lain. Ada juga yang hanya tinggal
selama juvenil. Sebagian lagi memilih
tinggal hanya sesaat. Suatu penelitian menunjukkan, jumlah ikan bernilai
ekonomis penting yang ditemukan di kawasan padang lamun relatif kecil. Itu
berarti bahwa padang lamun lebih merupakan daerah perbesaran bagi ikan-ikan
tersebut.
Dari sekian banyak hewan laut, penyu hijau
(Chelonia mydas) dan ikan duyung atau
dugong (Dugong dugon) adalah dua
hewan ‘pencinta berat’ padang lamun. Boleh dikatakan, dua hewan ini amat
bergantung pada lamun. Hal ini tak lain karena tumbuhan tersebut merupakan
sumber makanan penyu hijau dan dugong. Penyu hijau biasanya menyantap jenis
lamun Cymodocea, Thalassia, dan Halophila.
Sedangkan Dugong mengkonsumsi lamun terutama bagian daun dan akar rimpangnya (rhizoma) karena dua bagian ini memiliki
kandungan nitrogen cukup tinggi.
Jenis alga bentik yang ditemui di sekitar
hamparan padang lamun di perairan Gosong Senggora kebanyakan dari jenis Sargassum cristaefolium. Keberadaan alga
bentik di perairan ini pada dasarnya tidak membentuk suatu kelompok tetapi
lebih bersifat parsial. Jenis ekinodermata adalah Holothuria scabra (teripang pasir) dan H. Atra (teripang hitam/lollyfish), juga didapatkan bintang laut.
Jenis moluska adalah Murex nigrospinosus.
Padang lamun yang ada di sekitar gugusan
karang Gosong Senggora dan Gosong Sepagar menjadikan daerah asuhan bagi
larva/juvenil ikan karang ekonomis penting seperti genus Lutjanus (snapper) dan
ikan kakap (Epinephelus).
6.2. Aktivitas Penangkapan Ikan
6.2. Aktivitas Penangkapan Ikan
Aktivitas
penangkapan ikan oleh nelayan pesisir kabupaten Kotawaringin Barat terdiri dari
2 yaitu aktivitas di sekitar 1-3 mill laut dan aktivitas diatas 3 mil
laut. Aktivitas di atas 3 mil biasanya
dilakukan oleh nelayan dengan waktu dari 2 minggu sampai 2 bulan berlayar
sedangkan aktivitas 1-3 mil biasanya dilakukan setiap hari atau kurang dari
seminggu waktu melaut.
Nelayan yang
melaut di kawasan perairan 1-3 mil umumnya memanfaatkan kawasan senggora untuk
tempat berlindung dan bertambat sementara dari cuaca laut yang buruk, tempat
untuk menjual hasil tangkapan sebelum kembali melanjutkan aktivitas melaut.
Nelayan dari Teluk Bogam bahkan mendirikan sebuah pondok di tenggah gosong
Senggora untuk tempat memasak dan merebus rajungan agar mutunya tetap segar
sebelum di bawa ke Desa Teluk Bogam untuk pengolahan selanjutnya.
Hasil pengamatan
selama periode Juli – Agustus 2009 terlihat bahwa kegiatan penangkapan di
sekitar kawasan dalam perairan senggora adalah kegiatan penangkapan menggunakan
pancing untuk fishing game dari para
pengemar pancing dari Kota Pangkalan Bun biasanya pada hari jumat hingga
minggu. Aktivitas penangkapan ikan dengan cara menyelam untuk menangkap ikan karang
dengan menggunakan Harpun (panah) oleh beberapa nelayan dari Desa Teluk Bogam.
Aktivitas nelayan menggunakan jaring pada perbatasan kawasan dalam dengan luar
Senggora adalah menangkap Rajungan (Portunus
sp) oleh nelayan Desa Teluk Bogam, Desa Kubu dan Desa Sungai cabang Timur.
Pada kawasan
luar Senggora aktivitas penangkapan dengan menggunakan Lampara Dasar
dengan target jenis udang-udangan,
dan gillnet
dengan target ikan bawal dan ikan pelagis lainnya.
Aktivitas
Penangkapan ikan yang dilakukan Nelayan di kawasan gosong senggora kebanyakan
masih menggunakan cara-cara tradisional dengan memanfaatkan tanda-tanda alam
seperti pergerakan arus, arah angin dan musim yang sedang berlangsung pada
kawasan tersebut.
Tabel 6.6. di
bawah ini memperlihatkan asal nelayan yang beraktivitas pada kawasan Gosong
Senggora dan Sepagar dalam kurun waktu Juli – Agustus 2009 adalah sebagai
berikut:
Tabel
6.6. Asal Nelayan dan Jumlah Kapal yang beraktivitas pada Kawasan Senggora
Sepagar (Juli – Agustus 2009)
NO
|
ASAL NELAYAN
|
JUMLAH KAPAL
|
|||
> 10 GT
|
10 - 5 GT
|
< 5 GT
|
PM
|
||
1.
|
Sungai Cabang
|
-
|
-
|
5
|
2
|
2.
|
Teluk Pulai
|
-
|
-
|
3
|
2
|
3.
|
Sungai Sekonyer
|
-
|
-
|
-
|
1
|
4.
|
Kubu
|
3
|
2
|
10
|
2
|
5.
|
Sungai Bakau
|
2
|
4
|
14
|
9
|
6.
|
Teluk Bogam
|
1
|
4
|
10
|
12
|
7.
|
Keraya
|
-
|
3
|
8
|
7
|
8.
|
Sebuai
|
1
|
3
|
5
|
1
|
Ket PM = Perahu Motor Sederhana (Sumber:
Hasil Survei, 2009)
Dari Tabel 6.6. di atas kapal
nelayan yang paling banyak beraktivitas
pada kawasan Senggora adalah nelayan yang berasal dari Desa Teluk Bogam, Desa
Sungai Bakau dan Desa Kubu. Umumnya kapal-kapal tersebut berlabuh jangkar di
kawasan gosong senggora untuk beristirahat setelah menangkap ikan di luar
kawasan Gosong Senggora dan menjual hasil tangkapannya kepada pedagang
pengumpul yang menunggu di Gosong Senggora. Intensitas kapal yang berlabuh di
kawasan Gosong Senggora di pengaruhi oleh musim penangkapan ikan dan cuaca di
kawasan laut Kotawaringin Barat. Pada Musim Penangkapan ikan jumlah kapal yang
bersandar cukup tinggi begitu juga ketika cuaca di laut buruk nelayan penangkap banyak bertambat di kawasan
gosong Senggora untuk menghindari gelombang besar dan badai.
6.3.
Persepsi
Masyarakat Akan Kawasan Konservasi Senggora - Sepagar
Identifikasi
terhadap persepsi masyarakat akan Kawasan Konservasi Laut Senggora dan Sepagar di
wilayah perairan pesisir dan laut Kabupaten Kotawaringin Barat merupakan salah
satu unsur penting dalam studi ini.
Untuk mengungkap persepsi masyarakat terhadap Kawasan Konservasi Laut di
wilayah ini telah dilakukan survei lapangan dengan mengambil sampel masyarakat
nelayan dan petambak. Pengambilan sampel tersebut dengan pertimbangan bahwa masyarakat nelayan dan petambak
merupakan komunitas yang paling intensif berinteraksi dengan kawasan perairan Laut
Kotawaringin Barat.
Responden yang
diambil masing-masing sebanyak 10 orang ditiap desa yaitu dari Desa Sungai
Cabang, Desa Teluk Pulai, Desa Sungai Sekonyer, Desa Kubu, Desa Sungai Bakau,
Desa Teluk Bogam, Desa Keraya dan Desa Sebuai. Sehingga dari delapan desa
tersebut didapatkan 80 orang responden.
Keberadaan dan
kelestarian ekosistem di perairan Senggora – Sepagar sangat ditentukan oleh intensitas pemanfaatan
atau gangguan masyarakat di sekitarnya. Oleh karena itu, maka persepsi
masyarakat terhadap perlunya Kawasan Konservasi Laut di wilayah perairan Senggora
– Sepagar perlu dikaji secara seksama. Untuk memperoleh gambaran mengenai
pandangan dan pemahaman masyarakat terhadap kelestarian perairan Senggora –
Sepagar beserta ekosistem yang ada didalamnya, telah diajukan beberapa
pertanyaan kepada responden, yaitu sebagai berikut:
·
Apakah masyarakat memahami fungsi kawasan perairan Senggora
dan Sepagar serta ekosistem yang ada didalamnya ?
·
Bagaimana persepsi masyarakat tentang kondisi flora
dan fauna laut maupun pantai pada masa lalu (10 – 20 tahun yang lalu) di
kawasan Senggora – Sepagar dibanding dengan kondisi saat ini?
·
Apakah
kelestarian perairan Senggora – Sepagar beserta ekosistemnya perlu dipertahankan
atau tidak ?
Berdasarkan
Tabel 6.7. diatas, terlihat jelas bahwa dari segi pemahaman terhadap fungsi
perairan Senggora – Sepagar, mayoritas masyarakat telah memahami. Hal ini
terlihat dari besarnya persentase jumlah responden yang menyatakan memahami dan
sangat memahami fungsi perairan dan ekosistemnya yakni 78,84 %.
Besarnya
persentase masyarakat yang memahami fungsi perairan dan ekosistemnya
dimungkinkan walaupun mereka memiliki tingkat pendidikan yang rendah mengingat
mereka merupakan masyarakat yang berinteraksi secara langsung dengan perairan
dan ekosistem perairan Senggora - Sepagar.
Berkaitan dengan
kondisi flora dan fauna, sebagian masyarakat memiliki pemahaman yang cukup baik
dalam arti mereka menyadari bahwa telah terjadi perubahan ekosistem
dibandingkan dengan masa lalu atau dengan kata lain masyarakat mengatakan bahwa
kondisi perairan dan pantai 10 tahun yang lalu masih lebih baik dari kondisi
sekarang. Menurut mereka terjadinya perubahan disebabkan adanya penggunaan alat
tangkap ikan yang merusak ekosistem di sekitar perairan Senggora – Sepagar.
Untuk itu, upaya mempertahankan kelestarian sumberdaya dan ekosistem di wilayah
perairan Senggora – Sepagar menurut persepsi masyarakat perlu dilakukan. Hal
ini terlihat dari besarnya persentase responden yang memandang perlu dan sangat
perlu adanya upaya pelestarian perairan dan pantai. Dimana hampir 94,36 % responden menyatakan perlu dan sangat
perlu dengan alasan perairan dan pantai beserta flora, fauna, dan ekosistem
didalamnya memiliki kemampuan dalam:
·
Menjaga keseimbangan alam
·
Memberikan kehidupan bagi masyarakat
·
Mempertahankan keanekaragaman hayati
·
Sarana wisata masyarakat
·
Sarana pendidikan lingkungan bagi anak-anak maupun
dewasa
·
Sarana pengembangan ilmu dan teknologi.
Jadi berdasarkan atas persepsi masyarakat
terhadap keberadaan flora, fauna, dan ekosistem di perairan dan pantai Teluk
Kumai umumnya mereka memahami dan menyadari akan arti penting perairan
tersebut. Adanya persepsi yang positif
dari masyarakat terhadap keberlanjutan ekosistem perairan dan pantai Teluk
Kumai dapat menjadi salah satu dasar didalam pengembangan Kawasan Konservasi
Laut di Perairan Teluk Kumai.
Langganan:
Postingan (Atom)